Saat orang ditanya ke mana ia akan melangkah, dan ia menjawab,
“Yah.. yang penting jalan saja”, hal apa yang menurut Anda akan terjadi?
Bisa saja ia akan sampai pada sebuah tujuan. Atau, bisa jadi ia
tersesat entah di mana. Atau, bisa pula, karena bingung, ia kembali ke
titik asalnya. Dari sekian banyak itu, yang dianggap sukses—atau kerap
malah disebut keberuntungan—sangat kecil persentasenya. Artinya apa?
Arah, sangat penting untuk menentukan standar kesuksesan.
Intinya, kita harus tahu ke mana hendak melangkah. Bahkan, meski itu terkesan kecil, sederhana, atau bahkan dipandang remeh. Bukan semata “yang penting jalan”. Dengan tahu ke mana arah tujuan, kita bisa mengukur tingkat keberhasilan atau kegagalan seperti apa yang masih perlu kita perbaiki. Punya tujuan, juga berarti punya “kompas” yang dapat mengarahkan kehidupan.
Hanya saja, memang banyak orang sepertinya sudah ketakutan untuk membuat perencanaan yang dianggap terlalu tinggi. Kalau terlalu tinggi dan tidak tercapai, bakal jatuh dan kesakitan. Padahal sejatinya, menentukan tujuan bisa kita lakukan bertahap. Seperti ajaran filosofi Konfusius, jarak seribu mil pasti dimulai dari satu langkah. Tidak mungkin orang sampai ke bulan tanpa ia belajar bagaimana membuat pesawat terbang. Tidak mungkin pula pesawat terbang diciptakan tanpa ada upaya untuk mempelajari bagaimana agar sebuah benda bisa terbang. Dan, sangat tidak mungkin pula membuat benda bisa terbang tanpa mengalami kegagalan. Jatuh berkali-kali, gagal ribuan kali, adalah sebuah hal biasa. Namun, sepanjang tahu ke mana kita hendak menuju, semua itu bisakita jadikan materi pembelajaran.
Untuk itu, jika kita telah sampai pada titik di mana kita saat ini berada, patut kita pertanyakan kembali di dalam diri. Sudah sesuaikah apa yang kita lakukan selama ini dengan apa yang sedang, telah, dan akan kita tuju? Dan, setelah kita sampai pada tujuan yang hendak diraih, ke mana lagi kita akan melangkah? Jangan sampai setelah sampai pada sebuah tujuan kita lupa dan akhirnya terlena dalam zona kenyamanan. Sebab, jika itu terjadi, hampir bisa dipastikan, kita hanya akan berada pada titik yang itu-itu saja, alias tak lagi bisa berkembang.
Boleh jadi saat ini kita masih bisa merasa nyaman. Namun ketika hukum perubahan terjadi—jika kita tak tahu ke mana kita hendak melangkah selanjutnya—boleh jadi kita akan segera jadi sejarah kelam. Blackberry dan Nokia adalah salah satu contoh produk yang—“seolah-olah”—sudah kurang tahu mau ke mana. Akhirnya, mereka kelimpungan dengan hadirnya Samsung dan Apple yang sangat inovatif. Begitu pula Samsung dan Apple. Jika tak waspada, tak tahu mau ke mana, jangan harap mereka akan abadi sebagai pemimpin pasar smartphone selamanya.
Jadi, mau ke mana Anda saat ini? Pastikan, sadari, dan segera eksekusi. Pelan tapi pasti, langkah yang pasti tujuannya, bakal lebih pasti pula dalam mendekatkan kita pada cita-cita dan sukses yang lebih gemilang.
sumber andriewongso
No comments:
Post a Comment