Sunday, 28 September 2014

Hindari Sindrom Bekerja untuk Uang

Banyak dari kita yang merasa kondisi saat ini baik-baik saja. Memperoleh gaji, menyekolahkan putra-putri, dan memenuhi kehidupan sehari-sehari merupakan kondisi normal bagi banyak orang. Namun, itu semua ternyata tak menjamin.

Head of Operation and Business Development Panin Asset Management Rudiyanto menjelaskan, saat ini di kota-kota besar banyak ditemui orang-orang yang terlihat baik-baik saja, namun ternyata mereka tidak baik-baik saja. Orang-orang tersebut ternyata terjebak sindrom bekerja untuk uang.


"Orang-orang yang kerja untuk uang biasanya gaya dan busananya nomor satu, tapi tabungan dan pensiunnya nol besar. Ponselnya baru terus tapi ternyata dicicil dan cicilannya tidak lunas-lunas. Foto di media sosial sudah melanglang buana ke seluruh dunia, tahu-tahunya pulang terlilit utang," kata Rudi pada acara Indonesia Finance Expo & Forum (IFEF) 2014 di Jakarta Convention Center, Sabtu (27/9/2014).

Selain itu, tanda-tanda lain orang yang bekerja untuk uang menurut Rudi adalah pusing memikirkan tagihan kartu kredit yang akan jatuh tempo, gaji cepat habis, dan sering menghabiskan waktu dan uang di kafe, bahkan hingga jutaan rupiah per bulan.  Intinya, orang-orang semacam ini setiap bulannya selalu pusing memikirkan bagaimana membayar biaya dan tagihan.

Rudi menjelaskan, bila seseorang bekerja untuk uang, maka uang yang dimilikinya akan bekerja untuk pihak lain. Misalnya, uang yang dipekerjakan untuk gaya hidup metropolitan akan masuk ke saku perusahaan konsumer.

Bila uang digunakan untuk membeli ponsel baru, langganan paket internet, atau membeli aplikasi, maka uang akan masuk ke distributor ponsel dan perusahaan penyedia layanan telekomunikasi.

"Makanya, jika anda tidak mempekerjakan uang anda, maka dia (uang) akan bekerja untuk orang lain," sebut Rudi.

Ia menjelaskan, dengan keadaan demikian, sudah saatnya mempekerjakan uang untuk anda dengan berinvestasi. Dengan menggunakan uang yang anda punya untuk berinvestasi, anda akan memperoleh imbal hasil atau keuntungan yang diperoleh, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Meski demikian, sebelum menempatkan uang pada salah satu instrumen investasi, anda harus mengecek apakah instrumen tersebut legal atau tidak. "Anda harus mengecek legalitas investasi yang akan anda pilih. Caranya, dengan menghubungi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Anda bisa tanya apakah suatu investasi legal atau tidak, sehingga anda tidak tertipu," ujar Rudi.
sumber kompas

No comments:

Post a Comment