Wednesday 17 September 2014

Pantang Bicara Tidak Mungkin

Tak ada keraguan jika menyebut Candra Wijaya sebagai salah satu legenda bulutangkis Indonesia. Dari deretan prestasinya tergambar betapa ia menyumbang banyak gelar bagi tim Indonesia dan catatan prestasi pribadinya.

Sebagai pemain ganda Candra Wijaya, pernah berpasangan dengan sejumlah pemain ganda top. Di antara pasangannya adalah Tony Gunawan, Sigit Budiarto, Nova Widianto, Ade Sutrisna hingga di ganda campuran bersama Eliza Nathanael dan Jo Novita. Tengok pula prestasinya. Tahun 1997 di SEA Games ia memboyong dua medali emas dari ganda putra berpasangan dengan Sigit Budiarto dan ganda campuran berpasangan dengan Eliza Nathanael. Setelah itu berbagai gelar juara diraih dari berbagai kejuaraan internasional termasuk Asian Games 1998 di Bangkok.

Candra juga memenangkan kejuaraan utama dunia. Ia juara dunia ketika berpasangan dengan Sigit Budiarto pada tahun 1997. Juara All England pada tahun 1999 (berpasangan dengan Tony Gunawan) dan tahun 2003 (berpasangan dengan Sigit Budiarto). Meraih Thomas Cup tahun 1998 dan 2000. Dan yang paling dikenang adalah memenangkan medali emas Olimpiade Sydney 2000—satu-satunya medali emas untuk Indonesia.

“Harus selalu optimis. (Apalagi) karena kita yang sudah sering juara, (harus) memiliki mental juara, pantang untuk bicara tidak mungkin, tidak mampu. Buat saya sendiri pantang untuk kalah duluan,” paparnya dalam sebuah wawancara eksklusif dengan majalah LuarBiasa beberapa waktu lalu, mengenai rahasia prestasi emasnya.

Keluarga bulutangkis

Candra Wijaya adalah pebulutangkis kelahiran Cirebon, 16 September 1975. Keluarganya adalah keluarga bulutangkis. Ayahnya, Hendra Wijaya, adalah mantan pemain bulutangkis yang memiliki klub bulutangkis Rajawali di Cirebon. Kakaknya, Indra Wijaya, adalah mantan pemain bulutangkis Indonesia yang pernah memperkuat Tim Piala Thomas Indonesia 1996 dan 1998. Adiknya, Rendra Wijaya dan Sandrawati Wijaya, juga pemain bulutangkis.

Candra sendiri mulai bermain bulutangkis sejak usia 12 tahun di klub bulutangkis milik ayahnya. Ia kemudian pindah ke Jakarta untuk bergabung dengan klub Pelita Bakrie. Setelah itu pindah ke klub Jaya Raya.

Setelah malang-melintang sebagai atlet bulutangkis selama 15 tahun, ia memutuskan gantung raket pada tahun 2006. Tetapi tak sepenuhnya karena setelah itu ia masih berkecimpung di dunia bulutangkis. Ia mendirikan Candra Wijaya International Badminton Centre (CWIBC) pada 23 Januari 2010. Bahkan karena ikut prihatin dengan prestasi bulutangkis Indonesia, ia tak segan merogoh kocek sendiri (plus dukungan sejumlah sponsor) untuk menyelenggarakan Men’s Doubles Championship. Tahun 2012 kompetisi khusus ganda putra itu diselenggarakan untuk yang keempatkalinya dan sukses luar biasa.

Di bidang bulutangkis ia juga mendirikan klub Shamrock Candra Wijaya (SCW). SCW adalah wadah kepelatihan dan pembinaan atlet berbakat mulai dari usia dini hingga tingkat lanjut, yang disebutkan, untuk menuju prestasi dunia dengan fasilitas standar internasional. Selain di bulutangkis Candra juga mengelola sejumlah bisnis.
sumber andriewongso

No comments:

Post a Comment