Sunday, 11 January 2015

Tips Diskusi Seks dengan Anak Remaja

Kenyataan bahwa anak akan terpapar atau bahkan memiliki pengalaman yang berkaitan dengan seks membuat resah hampir semua orangtua. Terlebih dengan pengaruh media serta pergaulan yang tidak bisa sepenuhnya diawasi para ibu serta ayah. Untuk menghindarkan anak dari kejadian yang tidak diinginkan, seperti kehamilan di luar nikah atau menjadi korban pelecehan seksual, ada baiknya untuk mengamb‎il tindakan pencegahan. Yakni dengan memberikan edukasi seks kepada mereka terutama yang sudah beranjak remaja.

Seks memang bukan topik yang mudah dibicarakan dengan anak sendiri. ‎Ada rasa jengah atau malu karena membahas sesuatu yang dianggap kurang pantas serta tabu. Namun bersikap terbuka mengenai seks justru penting demi melakukan pengawasan dan menghindarkan anak dari kekerasan seksual. Bagi Anda yang kerap bingung tentang cara membekali anak informasi mengenai alat reproduksi, berikut beberapa tipsnya yang bisa diikuti:

1. Memancing Pembicaraan
Tak banyak remaja Indonesia yang bersikap terbuka mengenai pacaran pada orangtua. ‎Menurut survei yang dilakukan brand pembalut Laurier, sebanyak 60 persen dari mereka membahas masalah percintaan dengan teman. Untuk melakukan pengawasan serta memberi edukasi seks, Anda bisa mendiskusikan hal ini dengannya.

Agar tidak terdengar terlalu overprotective atau menggurui, lakukan dengan cara mengobrol. Misalnya dengan bercerita pengalaman Anda sendiri ketika berpacaran di bangku sekolah dahulu. Lalu tanyakan apakah ia menghadapi hal yang sama. Kemudian Anda bisa menyelipkan batasan-batasan yang diperbolehkan jika anak tengah atau akan berpacaran.

2. Beri Batasan
‎Menjadi kewajiban orangtua untuk memberi informasi mengenai batasan-batasan dalam berpacaran. Sebagian ayah serta ibu mungkin berharap agar anak ‎mengerti dengan sendirinya namun hal itu terlalu berisiko. Menurut psikolog Vera Itabiliana Hadiwidjojo, Psi., sebaiknya anak diajarkan untuk menghargai diri sendiri serta dibekali ajaran agama.

"Kalau saya pribadi, saya ajarkan pada anak bahwa bagian tubuh antara leher sampai lutut hanya‎ boleh dipegang oleh tiga orang, yakni diri sendiri, orangtua terutama ibu, serta dokter. Ini juga bisa menghindarkan anak dari kekerasan seksual," ungkapnya ketika ditemui Wolipop di Laurier Sisterhood Camp, Bumi Cikeas Hotel & Resort, Bogor, Sabtu (10/1/2014).

3. Sesuai Gender
Menurut Vera, kedua orangtua memiliki tanggung jawab serta peran yang sama dalam memberi informasi seputar alat reproduksi. Jadi tidak masalah jika seorang ayah ingin membahas menstruasi dengan anak perempuannya. Namun ayah bisa menyerahkan detail lebih lanjutnya pada sang ibu yang lebih berpengalaman serta dari sisi emosional.

4. Melalui Film
Ketika ‎menyaksikan sebuah adegan yang menurut Anda kurang pantas ditiru oleh anak, tak perlu buru-buru mengganti saluran. Momen itu bisa dijadikan ajang penjelasan. Misalnya jika ada adegan pasangan sedang bermesraan, Anda bisa memberi panduan bahwa hal itu hanya boleh dilakukan oleh dua orang yang sudah menikah.

5. Luangkan Waktu
Padatnya aktivitas orangtua serta anak membuat waktu untuk mengobrol menjadi sempit. Alhasil kesempatan para ayah serta ibu untuk memberi edukasi seks pada anak jadi semakin sedikit. Untuk itu, psikolog Vera menekankan pentingnya untuk meluangkan waktu meski semua pihak sibuk.

"Tuntutan pekerjaan kadang buat orangtua lupa memprioritaskan hal yang lebih penting. Punya anak memang effort. ‎Untuk itu, sediakan waktu khusus bersama misalnya Jumat malam atau Sabtu pagi. Setiap hari minimal luangkan10-20 menit untuk mengobrol. Jadi kalau ada apa-apa kita duluan yang tahu," tambah Vera.

6. Mengalihkan Perhatian
Cara halus lain yang bisa dilakukan demi mencegah efek buruk paparan konten seksual pada remaja adalah dengan mengalihkan perhatiannya. Yakni dengan menyibukkan anak dengan sejumlah kegiatan positif. Pastikan pula jika remaja dibekali dengan cukup ‎ilmu agama yang bisa membentengi mereka dari hal-hal yang tidak diinginkan.
sumber detik

No comments:

Post a Comment