Simpati memang perlu. Tapi empati akan menumbuhkan banyak hal
positif yang jauh lebih bermakna bagi kehidupan dan masa depan anak
kita.
Kita kerap bersimpati pada penderitaan orang lain. Merasa kasihan, merasa sedih, bahkan ikut meneteskan air mata pada penderitaan orang lain yang kita lihat di televisi atau kita dengar dari orang lain.
Kita kerap bersimpati pada penderitaan orang lain. Merasa kasihan, merasa sedih, bahkan ikut meneteskan air mata pada penderitaan orang lain yang kita lihat di televisi atau kita dengar dari orang lain.
Setelah itu, kita tak bergerak. Namun, hanya pada perasaan itu saja. Berada di lingkaran luar kesulitan orang lain. Berharap agar penderitaan mereka tidak menimpa keluarga kita. Konsep itu bernama simpati.
Lebih jauh ke dalam lagi dari konsep simpati sebenarnya adalah empati. Empati menempatkan seseorang pada posisi orang yang menderita. Sehingga, ia merasakan susahnya, sedihnya dan kemudian—diharapkan—bergerak untuk ikut membantu.
Simpati bisa dimiliki oleh banyak orang, tapi empati belum tentu. Bukan berarti simpati tidak baik. Tapi, dengan memunculkan empati, maka rasa kepedulian akan tumbuh menjadi perhatian yang membawa banyak kebaikan. Dan, bagi anak-anak yang tumbuh empatinya, biasanya mereka akan menjadi anak yang kecerdasan emosionalnya tumbuh dengan baik. Akan menjadikan mereka anak-anak dengan kepribadian yang ikhlas membantu sesama dengan tulus tanpa tendensi apa pun.
Guru untuk mengajarkan sikap empati ini adalah kita sebagai orangtua. Bukan pembelajaran dalam hal teori, tapi praktik langsung. Sehingga mereka paham makna sebenarnya dari empati. Berikut beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mengenalkan konsep empati kepada anak-anak:
1. Bacakan Cerita untuk Mereka
Membacakan cerita sering dianggap remeh oleh banyak orangtua yang tidak paham makna sesungguhnya dari sebuah cerita.
Padahal, cerita dari buku-buku yang baik dan ditulis dengan benar, lalu dibacakan dalam keadaan anak dalam kondisi santai dengan intonasi yang baik, akan seperti sebuah film bergerak di alam imajinasi anak-anak. Sebuah cerita bisa juga menjadi panduan mereka untuk berbuat mengikuti tokoh dalam cerita itu. Maka menjadi penting untuk memberikan buku yang baik pada anak-anak. Dengan tokoh “idola” yang dimunculkan, kita bisa memasukkan unsur pembelajaran tentang empati kepada mereka dengan cara yang menyenangkan.
Padahal, cerita dari buku-buku yang baik dan ditulis dengan benar, lalu dibacakan dalam keadaan anak dalam kondisi santai dengan intonasi yang baik, akan seperti sebuah film bergerak di alam imajinasi anak-anak. Sebuah cerita bisa juga menjadi panduan mereka untuk berbuat mengikuti tokoh dalam cerita itu. Maka menjadi penting untuk memberikan buku yang baik pada anak-anak. Dengan tokoh “idola” yang dimunculkan, kita bisa memasukkan unsur pembelajaran tentang empati kepada mereka dengan cara yang menyenangkan.
2. Berbagi Pada Teman
Berbagi pada teman adalah hal yang paling sulit dilakukan pada anak-anak yang sedang tumbuh masa egoisnya.
Umur menjelang dua tahun adalah masa-masa di mana anak-anak merasa bahwa apa yang mereka miliki tidak boleh disentuh oleh teman-temannya. Hal seperti itu bisa diminimalisir dengan peran serta orangtua dalam memberitahu dan mengajarkan, juga memberi contoh pada anak bahwa bermain bersama teman dengan meminjamkan mainan mereka akan lebih menyenangkan ketimbang mereka bermain sendiri.
Umur menjelang dua tahun adalah masa-masa di mana anak-anak merasa bahwa apa yang mereka miliki tidak boleh disentuh oleh teman-temannya. Hal seperti itu bisa diminimalisir dengan peran serta orangtua dalam memberitahu dan mengajarkan, juga memberi contoh pada anak bahwa bermain bersama teman dengan meminjamkan mainan mereka akan lebih menyenangkan ketimbang mereka bermain sendiri.
3. Ajak Menemui yang Berkekurangan
Anak-anak perlu gambaran nyata tentang sebuah penderitaan. Dan cara
paling efektif untuk kita lakukan adalah mendatangi orang yang lebih
susah itu dan menunjukkan pada anak bagaimana kita memperlakukan mereka.
Ini akan menumbuhkan empati dan perhatian, atau minimal pertanyaan dari
mereka tentang apa yang kita lakukan saat membantu orang yang lebih
susah dan berkekurangan.
4. Ajak Mengumpulkan Barang Mereka
Tingkat yang lebih tinggi lagi adalah mengajak anak-anak mengumpulkan
barang atau mainan mereka yang tidak lagi mereka gunakan. Beri tahu
kepada mereka bahwa barang yang mereka kumpulkan itu akan kita berikan
pada orang lain yang lebih membutuhkan.
Beritahu juga pada mereka keuntungannya. Misalnya, rumah menjadi lebih bersih karena barang-barang yang tidak digunakan lagi sudah berpindah tangan. Keuntungan yang lain adalah membuat orang lain bahagia.
Beritahu juga pada mereka keuntungannya. Misalnya, rumah menjadi lebih bersih karena barang-barang yang tidak digunakan lagi sudah berpindah tangan. Keuntungan yang lain adalah membuat orang lain bahagia.
5. Jika Mungkin, Berikan Barang yang Disayangi
Banyak orangtua yang kerap salah langkah ketika mengajarkan anak untuk
memberikan barang mereka pada orang lain—tetapi mereka memberikan barang
yang sudah tidak layak pakai.
Esensi memberi yang sesungguhnya adalah memberi sesuatu yang kita sendiri masih mau untuk menggunakan, bukan barang yang memang sudah usang dan kita tidak mau lagi memakainya karena sudah tidak layak pakai.
Bila anak sudah mampu memberi, maka pelan-pelan ajarkan juga untuk memberi salah satu barang yang mereka sayang. Misal, mereka sayang sekali dengan semacam barang, teapi mereka memiliki barang itu dua buah. Kita juga mudah mendapatkannya di toko bila mereka ingin memilikinya lagi.
Memberikan barang itu akan memberi nilai lebih pada mereka dan nilai lebih itu adalah pintu empati mereka yang terbuka sangat lebar.
Esensi memberi yang sesungguhnya adalah memberi sesuatu yang kita sendiri masih mau untuk menggunakan, bukan barang yang memang sudah usang dan kita tidak mau lagi memakainya karena sudah tidak layak pakai.
Bila anak sudah mampu memberi, maka pelan-pelan ajarkan juga untuk memberi salah satu barang yang mereka sayang. Misal, mereka sayang sekali dengan semacam barang, teapi mereka memiliki barang itu dua buah. Kita juga mudah mendapatkannya di toko bila mereka ingin memilikinya lagi.
Memberikan barang itu akan memberi nilai lebih pada mereka dan nilai lebih itu adalah pintu empati mereka yang terbuka sangat lebar.
6. Ajarkan untuk Melupakan yang Sudah Diberikan
Memberi harusnya menjadi suatu pembelajaran untuk mereka. Mengajarkan
memberi seperti halnya pupuk yang disebar pada tanaman. Tidak kelihatan
tapi berdampak positif pada tumbuhan.
Maka ajarkan mereka memberi tapi tidak mengingat-ingat pemberian itu. Juga ajarkan pada mereka untuk tidak pamer pada teman-teman soal apa yang mereka beri kecuali memang kita punya misi lain (misalnya ingin mengajarkan anak lain juga cinta untuk berbagi).
Tidak menyakiti si pemberi (andai itu adalah teman dekat anak) dengan mengungkit pemberian itu, juga akan melatih kepekaan sosial anak kita.
Maka ajarkan mereka memberi tapi tidak mengingat-ingat pemberian itu. Juga ajarkan pada mereka untuk tidak pamer pada teman-teman soal apa yang mereka beri kecuali memang kita punya misi lain (misalnya ingin mengajarkan anak lain juga cinta untuk berbagi).
Tidak menyakiti si pemberi (andai itu adalah teman dekat anak) dengan mengungkit pemberian itu, juga akan melatih kepekaan sosial anak kita.
7. Beri Mereka Pelukan Hangat atau Hadiah
Anak-anak tetap perlu sesuatu untuk menumbuhkan motivasi mereka. Sama halnya dengan orang dewasa.
Pelukan hangat, ucapan terima kasih, mengangkat ibu jari kita tinggi-tinggi atau ciuman di kedua pipi mereka atas apa yang sudah mereka lakukan akan membuat mereka merasa apa yang sudah dilakukan adalah sesuatu yang besar dan penting.
Ketika itu sudah merasuk menjadi sesuatu yang penting, maka ada kebutuhan untuk mereka melakukan hal itu berulang kali. Sehingga menjadi suatu kebiasaan yang positif.
Kalau semua itu sudah kita lakukan dan berjalan efektif, maka dunia akan bersyukur karena ada anak-anak manis yang berhati manis yang membuat segalanya menjadi lebih indah dan positif.
Pelukan hangat, ucapan terima kasih, mengangkat ibu jari kita tinggi-tinggi atau ciuman di kedua pipi mereka atas apa yang sudah mereka lakukan akan membuat mereka merasa apa yang sudah dilakukan adalah sesuatu yang besar dan penting.
Ketika itu sudah merasuk menjadi sesuatu yang penting, maka ada kebutuhan untuk mereka melakukan hal itu berulang kali. Sehingga menjadi suatu kebiasaan yang positif.
Kalau semua itu sudah kita lakukan dan berjalan efektif, maka dunia akan bersyukur karena ada anak-anak manis yang berhati manis yang membuat segalanya menjadi lebih indah dan positif.
sumber cnnindonesia
No comments:
Post a Comment