Dibanding menyantap nasi, terkadang ada beberapa orang yang menganggap
bahwa menyantap mi hanyalah sekadar camilan belaka. Beberapa orang juga
menganggap, porsi mi tidaklah terlalu mengenyangkan. Jadi tak akan
membuat Anda jadi gemuk. Benarkah?
Sebuah penelitian yang dimuat dalam Journal of Nutrition mengungkapkan bahwa makan mi instan akan berakibat buruk pada hati dan juga lingkar pinggang Anda. Penelitian tersebut dilakukan di Korea Selatan selama dua tahun, sebuah negara yang memiliki tingkat konsumsi mi tinggi di dunia.
Sekitar 68 persen responden yang menyantap mi instan setidaknya seminggu
dua kali akan memiliki gejala sindrom metabolik, dilansir dari Boston.
Peneliti menemukan bahwa 10.711 responden pada dasarnya memiliki dua pola makan utama, yaitu diet tradisional (ikan, sayur dan nasi), serta "daging dan makanan cepat saji", termasuk konsumsi mi instan di dalamnya.
Tak mengejutkan, orang yang melakukan "diet daging dan makanan cepat saji" ini akan meningkatkan risiko obesitas, kolesterol tinggi, dan peningkatkan gula darah.
Hal ini hanya berlaku bagi para perempuan yang makan mi instan. Kok bisa? Time melaporkan bahwa hal ini bisa terjadi karena ada hubungannya dengan kemasan mi yang mengandung BPA. Kandungan BPA akan menjadi disruptor endrokrin yang bisa memengaruhi tingkat hormon estrogen perempuan. Selain itu, tubuh perempuan ternyata juga lebih sensitif terhadap efek dari karbohidrat, sodium dan lemak jenuh, terutama pascamenopause. Hal ini juga berpengaruhkarena perempuan dinilai kurang aktif secara fisik.
Namun, ini tak berarti kalau perempuan benar-benar tidak boleh menyantap mi instan sama sekali. Yang pasti, kata Dr Frank Hu, pemimpin penelitian, harus ada keseimbangan makanan yang sehat.
"Mi instan seharusnya tidak dimasukkan sebagai bagian dari diet. Karena biasanya mi instan ini sudah diproses dan mengandung sejumlah besar kalori, lemak jenuh, sodium, dan sejumlah glikemik," kata Hu. "Lebih baik menghindari konsumsi mi instan. Namun sesekali (misalnya 1-2 kali sebulan) sebenarnya tidak masalah."
Peneliti menemukan bahwa 10.711 responden pada dasarnya memiliki dua pola makan utama, yaitu diet tradisional (ikan, sayur dan nasi), serta "daging dan makanan cepat saji", termasuk konsumsi mi instan di dalamnya.
Tak mengejutkan, orang yang melakukan "diet daging dan makanan cepat saji" ini akan meningkatkan risiko obesitas, kolesterol tinggi, dan peningkatkan gula darah.
Hal ini hanya berlaku bagi para perempuan yang makan mi instan. Kok bisa? Time melaporkan bahwa hal ini bisa terjadi karena ada hubungannya dengan kemasan mi yang mengandung BPA. Kandungan BPA akan menjadi disruptor endrokrin yang bisa memengaruhi tingkat hormon estrogen perempuan. Selain itu, tubuh perempuan ternyata juga lebih sensitif terhadap efek dari karbohidrat, sodium dan lemak jenuh, terutama pascamenopause. Hal ini juga berpengaruhkarena perempuan dinilai kurang aktif secara fisik.
Namun, ini tak berarti kalau perempuan benar-benar tidak boleh menyantap mi instan sama sekali. Yang pasti, kata Dr Frank Hu, pemimpin penelitian, harus ada keseimbangan makanan yang sehat.
"Mi instan seharusnya tidak dimasukkan sebagai bagian dari diet. Karena biasanya mi instan ini sudah diproses dan mengandung sejumlah besar kalori, lemak jenuh, sodium, dan sejumlah glikemik," kata Hu. "Lebih baik menghindari konsumsi mi instan. Namun sesekali (misalnya 1-2 kali sebulan) sebenarnya tidak masalah."
sumber cnnindonesia
No comments:
Post a Comment