Beberapa
saat yang lalu, kita dikejutkan dengan pemberitaan cukup heboh di berbagai
media tentang kematian seorang chairman Tata Motors bernama Karl Slym. Slym
mengakhiri kehidupannya dengan cara yang tidak biasa, yakni bunuh diri dengan
melompat dari jendela kamarnya di lantai 22 sebuah hotel berbintang lima di
Bangkok, Thailand.
Sebelum di Tata Motors, Slym bekerja dengan Toyota di Inggris. Karier cemerlangnya dilanjutkan dengan menangani General Motor di India dan China. Dan sejak 2012 dia memutuskan untuk bergabung dengan Tata Motors di India.
Pada saat bunuh diri terjadi, diyakini, istri Slym berada di kamar hotel tersebut. Di tempat kejadian ditemukan surat bunuh diri yang sedang diteliti untuk dianalisa apakah tulisan tangan di surat itu adalah benar tulisan tangan Slym.
Ditulis oleh surat kabar setempat, pria berumur 51 tahun itu mengambil “langkah ekstrem” alias bunuh diri setelah membaca surat yang ditulis istrinya di kamar hotel tersebut. Sebelumnya, pasangan itu terlibat pertengkaran dan surat sepanjang 3 lembar—yang tidak disebut secara rinci—dikabarkan berisi “masalah-masalah rumah tangga” yang ditulis oleh Sally, yang telah 30 tahun menjadi istri Slym.
Sepintas ada yang terasa tidak pas. Karl Slym seorang pekerja keras, memiliki perjalanan karier yang luar biasa, dan konon dikenal sebagai pribadi yang kuat dalam menghadapi periode yang menantang di industri otomotif India. Juga suami yang setia. Mengapa bisa menjemput kematiannya sendiri dengan cara seperti itu? Apa yang salah..?
Tanpa menghakimi siapa pun, pelajaran apa yang bisa kita petik dari cerita di atas? Entah apa pun isi surat dari istri yang telah dinikahi 30 tahun, yang seharusnya telah dikenal karakternya dengan sangat baik, ternyata mampu mengungkit emosi sesaat dan membangkitkan rasa putus asa yang berkekuatan luar biasa sehingga mampu menghilangkan akal sehat dan segala nalar.
Sahabat, saat berada di situasi genting, saat emosi lebih berkuasa dibandingkan akal sehat, ada baiknya kita berhenti sejenak, bersabar sebentar. Ambil napas panjang. Beri kesempatan untuk memulihkan kesadaran dan kebijaksanaan. Seperti kata-kata dalam sebuah pepatah bijak:三思而后行 (san si er hou xing)—Berpikir Tiga Kali Sebelum Melangkah.
Dengan begitu, kita bisa mengambil keputusan yang lebih baik dan tidak perlu menyesalinya di kemudian hari, seperti kisah Karl Slym.
Sumber Andriewongso
Sebelum di Tata Motors, Slym bekerja dengan Toyota di Inggris. Karier cemerlangnya dilanjutkan dengan menangani General Motor di India dan China. Dan sejak 2012 dia memutuskan untuk bergabung dengan Tata Motors di India.
Pada saat bunuh diri terjadi, diyakini, istri Slym berada di kamar hotel tersebut. Di tempat kejadian ditemukan surat bunuh diri yang sedang diteliti untuk dianalisa apakah tulisan tangan di surat itu adalah benar tulisan tangan Slym.
Ditulis oleh surat kabar setempat, pria berumur 51 tahun itu mengambil “langkah ekstrem” alias bunuh diri setelah membaca surat yang ditulis istrinya di kamar hotel tersebut. Sebelumnya, pasangan itu terlibat pertengkaran dan surat sepanjang 3 lembar—yang tidak disebut secara rinci—dikabarkan berisi “masalah-masalah rumah tangga” yang ditulis oleh Sally, yang telah 30 tahun menjadi istri Slym.
Sepintas ada yang terasa tidak pas. Karl Slym seorang pekerja keras, memiliki perjalanan karier yang luar biasa, dan konon dikenal sebagai pribadi yang kuat dalam menghadapi periode yang menantang di industri otomotif India. Juga suami yang setia. Mengapa bisa menjemput kematiannya sendiri dengan cara seperti itu? Apa yang salah..?
Tanpa menghakimi siapa pun, pelajaran apa yang bisa kita petik dari cerita di atas? Entah apa pun isi surat dari istri yang telah dinikahi 30 tahun, yang seharusnya telah dikenal karakternya dengan sangat baik, ternyata mampu mengungkit emosi sesaat dan membangkitkan rasa putus asa yang berkekuatan luar biasa sehingga mampu menghilangkan akal sehat dan segala nalar.
Sahabat, saat berada di situasi genting, saat emosi lebih berkuasa dibandingkan akal sehat, ada baiknya kita berhenti sejenak, bersabar sebentar. Ambil napas panjang. Beri kesempatan untuk memulihkan kesadaran dan kebijaksanaan. Seperti kata-kata dalam sebuah pepatah bijak:三思而后行 (san si er hou xing)—Berpikir Tiga Kali Sebelum Melangkah.
Dengan begitu, kita bisa mengambil keputusan yang lebih baik dan tidak perlu menyesalinya di kemudian hari, seperti kisah Karl Slym.
Sumber Andriewongso
No comments:
Post a Comment