Saturday, 14 June 2014

Klaim BPJS Seret, Rumah Sakit Mengaku Merugi

Manajemen sejumlah rumah sakit di Malang mengeluh selama dua bulan terakhir BPJS Kesehatan tak membayar klaim yang diajukan. Seperi manajemen Rumah Sakit Wava Husada Kepanjen Kabupaten Malang yang selama Januari harus menanggung biaya perawatan, pengobatan dan peralatan medis peserta BPJS Kesehatan sebesar Rp 600 juta.

Hingga Maret 2014, BPJS Kesehatan tak segera membayar klaim yang diajukan rumah sakit. "Selama Januari peserta BPJS Kesehatan sebanyak 1.100 pasien. Sedangkan pasien rawat inap 90 orang," kata Direktur Wava Husada, Arif Suryadi, kepada Tempo 26 Maret lalu.

Apalagi, sejak penerapan Jaminan Sosial Nasional pasien melonjak drastis. Saat bekerja sama dengan Askes pasien per bulan pasien antara 900 sampai 1000 orang per bulan. Menurutnya sekitar 80 persen pasien merupakan peserta BPJS Kesehatan.

Rumah sakit, katanya, harus menanggung biaya yang dipatok BPJS Kesehatan sebesar Rp 160 ribu bagi pasien rawat jalan. Anggaran itu termasuk pelayanan, obat dan peralatan medis. Anggaran tersebut tak cukup untuk pasien penderita diabetes karena biaya insulin saja sekitar Rp 300 ribu. Belum termasuk pelayanan dokter.

Untuk menyiasatinya, pasien dirujuk ke dokter praktek mandiri. Sedangkan dokter memberikan resep obat ke apotik yang bekerja sama dengan BPJS. Rumah sakit dilarang memungut biaya sepeserpun terhadap pasien peserta BPJS Kesehatan. "Harus dievaluasi bersama. Bagaimana penyedia layanan, BPJS dan masyarakat tersenyum," katanya.

Ia berharap BPJS Kesehatan segera memproses klaim yang diajukan rumah sakit. Tujuannya, agar rumah sakit memberikan pelayanan yang terbaik. Berbeda dengan Wava Husada, Kepala Rumah Sakit Tentara Soepraoen Malang, Kolonel Sofyan Solichin menilai klaim pembiayaan ke BPJS Kesehatan lancar. "Jika klaim tepat waktu, BPJS membayar sesuai klaim yang diajukan," katanya.

Pembayaran klaim dilakukan antara sepekan sampai 10 hari setelah pengajuan untuk verifikasi. Pada Januari RST Soepraoen mengajukan klaim sebesar Rp 4,6 miliar, sedangkan Februari Rp 5 miliar. Agar klaim cepat cair, katanya, manajemen rumah sakit harus bekerja cepat mengajukan klaim. Sekitar 80 persen pasien RST Soepraoen merupakan peserta BPJS Kesehatan.

Kepala BPJS Kesehatan Malang, Bimantoro mengatakan pembayaran klaim disesuaikan dengan pengajuan klaim. Namun harus melalui proses verifikasi demi akuntabilitas lembaga yang dipimpinnya. Jika kesulitan kesuangan manajemen rumah sakit bisa mengajukan uang muka sebesar 50 persen. "Semua dibayar tepat waktu, sesuai pengajuan," katanya.

Sedangkan untuk pelayanan primer di klinik dan dokter praktek mandiri nilai kapitasi yang diberikan lebih besar dibandingkan Askes. Sebelumnya kapitasi Askes Rp 4.500 per peserta, sedangkan BPJS sebesar Rp 10 ribu. Bagi dokter yang tak tergabung dengan BPJS Kesehatan, Bimantoro menilai mereka akan merugi. Karena pada 2019 semua penduduk menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Kapitasi, katanya, merupakan metode pembayaran asuransi biaya yang dibayar BPJS secara tetap per bulan sesuai jumlah peserta. Tanpa memperhatikan jumlah atau jenis pelayanan kesehatan yang diberikan. Sedangkan pasien yang menggunakan layanan kesehatan sekitar 10 persen dari total peserta.

Setiap hari antara 400-500 warga mendaftar sebagai peserta BPJS. Sedangkan total peserta BPJS Kesehatan meliputi Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kota Batu sebanyak 1.255.472 peserta. Sekitar 32 perserta dari seluruh penduduk di Malang Raya.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia Malang, Enny Sekar Rengganingati meminta agar InaCBG's dihitung ulang. Anggaran antara rumah sakit swasta dan pemerintah tak sama. Karena operasional rumah sakit pemerintah seperti gaji pegawai ditanggung Negara sedangkan rumah sakit swasta beroperasi secara mandiri.

"Ada beberapa komponen yang merugikan karena tak sebanding antara operasional dengan biaya yang dikeluarkan," ujarnya. Menurutnya, BPJS Kesehatan sangat dibutuhkan oleh rakyat Indonesia. Namun, manajemen asuransi harus terus berbenah.
Sumber Tempo

No comments:

Post a Comment