Beberapa hari lalu cukup banyak menerima broadcast yang intinya berbunyi
tentang penolakan pasien oleh beberapa atau banyak rumah sakit. Bunyi
broadcast BBM tersebut kira-kira seperti ini:
“Teman2 TOLONG bantu BC biar sampai ke Gub AHOK dan PRESIDEN wong cilik
Jokowi katanya, RS. Tolak pasien BPJS. Pak jokowi tolong diperhatikan,
butuh bantuan untuk bisa membuktikan kegunaan BPJS.
Nama Anak: Abbiyasa Rizal Ahnaf
Usia : 2 Thn.
Diagnosa: Ilius obstruksi, ilius paralitik.
Penyumbatan pencernaan.
Saat ini membutuhkan bedah digestif segera.
Saat ini Dirawat di RS. Pasar Rebo ruang HCU (High Care Unit) lantai 6, gedung C.
Membutuhkan RS dengan Fasilitas PICU (pediatric intensive care unit) dan dokter spesialis bedah anak.
Kontak orang tua: 081219554179.
Usia : 2 Thn.
Diagnosa: Ilius obstruksi, ilius paralitik.
Penyumbatan pencernaan.
Saat ini membutuhkan bedah digestif segera.
Saat ini Dirawat di RS. Pasar Rebo ruang HCU (High Care Unit) lantai 6, gedung C.
Membutuhkan RS dengan Fasilitas PICU (pediatric intensive care unit) dan dokter spesialis bedah anak.
Kontak orang tua: 081219554179.
Sudah Mencari RS tapi tak satupun membantu dengan berbagai alasan:
1. RSCM - penuh
2. RSPAD - Tdk punya Ruang Picu, tp Dokter ada. Dr Catur namanya.
3. RS Haji - Ruang dan dokter ada tp ventilator utk pasca operasi ngak ada. Jd dokter ngak berani bedah.
4. RS polri - penuh
5. RS Harapan bunda - ngak terima pasien BPJS. Dp awal 15-20 jt
6. RSIA Harapan Kita - penuh
7.RS fatmawati - penuh
8. RS persahabatan - penuh.
9. RS Bunda aliya - ngak punya dokter spesialis.
10. RS tarakan - penuh
11. RS UKI. - Ngak punya fasilitas NICU.
12. RS. Cikini - Penuh
13. Carolus - penuh
14. Rs Pelni. - penuh
15. Rs islam Jkt - penuh
16. RSPP - ngak terima BPJS
17. RS Bunda Margonda - ngak terima BPJS.
18. Rs permata - ngak ada fasilitas dan dokter
19. Rs Mitra - ngak ada fasilitas dan dokter
20. RS Premier jatinegara -ngak terima BPJS
21.RS BUNDA menteng - penuh.
22. RS Thamrin - Dp 30 jt.
1. RSCM - penuh
2. RSPAD - Tdk punya Ruang Picu, tp Dokter ada. Dr Catur namanya.
3. RS Haji - Ruang dan dokter ada tp ventilator utk pasca operasi ngak ada. Jd dokter ngak berani bedah.
4. RS polri - penuh
5. RS Harapan bunda - ngak terima pasien BPJS. Dp awal 15-20 jt
6. RSIA Harapan Kita - penuh
7.RS fatmawati - penuh
8. RS persahabatan - penuh.
9. RS Bunda aliya - ngak punya dokter spesialis.
10. RS tarakan - penuh
11. RS UKI. - Ngak punya fasilitas NICU.
12. RS. Cikini - Penuh
13. Carolus - penuh
14. Rs Pelni. - penuh
15. Rs islam Jkt - penuh
16. RSPP - ngak terima BPJS
17. RS Bunda Margonda - ngak terima BPJS.
18. Rs permata - ngak ada fasilitas dan dokter
19. Rs Mitra - ngak ada fasilitas dan dokter
20. RS Premier jatinegara -ngak terima BPJS
21.RS BUNDA menteng - penuh.
22. RS Thamrin - Dp 30 jt.
Gak usah nyumbang duit..cukup share agar info ini sampe ke manusia yg bertanggung jawab.
Sorry, hanya lanjutin b’cast :D({})
Sorry, hanya lanjutin b’cast :D({})
Tergelitik untuk ikut mengomentari, tak sekedar hanya dengan mudah
dan ringannya ikut menyebarkan broadcast yang seolah ingin menyudutkan
rumah sakit. Walaupun berita diatas menurut informasi sudah langsung di
tangani oleh Gubernur DKI ahok dan sudah diluruskan tentang
permasalahan yang terjadi.
Diluar klarifikasi Bapak Ahok tersebut supaya diantara masyarakat
dan petugas kesehatan dapat saling memahami dam tak sekedar berprasngka
buruk saya kira perlu juga untuk mengetahui kondisi sebenarnya yang
sering terjadi di rumah sakit. Beberapa penjelasan berikut semoga dapat
membuka mata anda tentang dunia kedokteran di negara kita.
Pertama, perlu diketahu bahwa pada diagnosis penyakit pada kasus
ini adalah Illeus, kondisi ini adalah keadaan gangguan saluran
pencernaan (passage usus) yang memerlukan tindakan bedah segera (cito)
untuk menurunkan resiko kematian. Angka kematian dapat semakin meningkat
pada anak kecil dan orang yang sudah tua. Tujuan tindakan operasi
adalah untuk dekompresi pada bagian yang
mengalami obstruksi sehingga mencegah perforasi (kebocoran usus). jadi
sudah cukup jelas ya bahwa memang benar kondisi Illeus ini sangat
berbahaya, membutuhkan penanganan bedah segera dan perawatan pasca
operasi juga dibuthkan unit ruang perawatan khusus mengingat kondisi
pasien adalah bayi usia 2 tahun.
Kedua, Kita langsung pada pokok permasalahan yang sering
mengakibatkan terjadinya penolakan di rumah sakit. Seperti yang juga
disebutkan didalam isi broadcast BBM diatas.
1. Ketiadaan Ruangan (penuh)
Dalam kasus ini menurut info diatas bayi memerlukan ruangan PICU
(pediatric intensive care unit), ruang ini adalah ruangan khusus bagi
pasien-pasien balita dan anak yang memerlukan perawatan khusus dan
intensif. Perlu diketahui tidak semua rumah sakit memeliki ruangan PICU,
dan jika ada pun jumlah tempat tidur dan peralatan di ruang PICU sangat
terbatas.
Kenapa jumlah PICU terbatas? kenapa rumah sakit ga bikin yang banyak sekalian? ga niat bikin rumah sakit?
Untuk membangun sebuah ruangan ICU atau PICU dibutuhkan peralatan
yang supercanggih dengan harga yang selangit. Itulah kenapa tidak semua
rumah sakit bisa memiliki fasilitas tersebut. Sementara dana anggaran
kesehatan yang disediakan masih jauh dari angka cukup untuk melengkapi
alat-alat tersebut. Karena dana yang ada tak hanya dicukupkan untuk
biaya ICU saja melainkan untuk menutupi anggaran biaya yang diperlukan
untuk seluruh fasilitas lain di rumah sakit seperti: bangsal rawat
inap, UGD, kamar operasi, laboratorium, kamar bersalin, poliklinik,
fisioterapi, bahkan sampai dapur dan cleaning service, belum untuk
pembayaran biaya operasional seperti listrik, telepon, ambulance,
pembayaran karyawan, dll.
Selain itu ruangan ICU dan PICU membuthykan tenaga-tenaga medis paramedis khusus yang terlatih. Tidak
semua petugas kesehatan memiliki sertifikasi/kompetensi keahlian di
bidang intensife care unit, untuk mendapatkan kemampuan tersebut tenaga
kesehatan harus melalu pelatihan demi pelatihan yang membutuhkan biaya
besar. Sementara tidak semua tenaga kesehatan memiliki biaya untuk
menjalani pelatihan tersebut selain tentunya karena memang fasilitasnya
yang tidak tersedia. hal ini mengakibatkan terbatasnya jumlah tenaga
medis-paramedis yang menguasai keahlian di bidang ini.
Lalu salahnya dimana jika ada rumah sakit yang menolak pasien karena ruang ICU / PICU penuh ???
Kalaupun rumah sakit dipaksa menerima pasien tersebut, sementara
ketiadaan ruang perawatan khusus bukankah sama saja kita membiarkan
pasien tersebut meninggal perlahan-lahan karena tidak dirawat dengan
baik dan maksimal seperti yang seharusnya dia dapat? kalau pasien
meninggal nanti siapa yang disalahkan? siapa yang akan disorot dan
dituduh malpraktik? lagi-lagi rumah sakit dan tenaga kesehatan
didalamnya.
2. Ketiadaan Dokter
Tidak semua rumah sakit memiliki dokter spesialis yang lengkap. Termasuk
pada kasus ini pasien membutuhkan penanganan oleh dokter spesialis
bedah anak atau bedah digestif. Perlu ktia semua tahu bahwa kedua
spesialisasi ini bisa disebut dokter super spesialis atau konsultan.
Jumlahnya sangat sedikit dan biasanya hanya ada di rumah sakit besar
yang menjadi pusat rujukan. Selain itu karena jumlahnya yang sedikit
menyebabkan kesibukan yang luar biasa pada kedua dokter subspesialisasi
bedah ini sehingga jadwal praktek dan operasinya menjadi sangat padat.
Lalu salahkan jika akhirnya ada rumah sakit yang menolak
pasien karena tidak ada dokter yang sesuai dengan kompetensi penyakit
yang diderita pasien?
Tidak mungkinkan kita serahkan pasien pada dokter yang tak sesuai dengan
kompetensinya? kalau pasien meninggal nanti siapa yang disalahkan?
siapa yang akan disorot dan dituduh malpraktik? lagi-lagi rumah sakit
dan tenaga kesehatan didalamnya.
3. Ruangan dan dokter ada, tapi fasilitas tidak lengkap
Dalam broadcast diatas disebutkan bahwa ada rumah sakit yang memiliki
ruangan PICU dan juga dokter terkait (tak disebutkan dengan pasti dokter
bedah anak/digestif) , namun kendalanya umah sakit itu tak memiliki
VENTILATOR. Pernah dengar nama alat ini? jika belum coba saya terangkan
sedikit ya. Ventilasi Mekanik Ventilator merupakan alat
bantu pernafasan yang berfungsi untuk memberikan bantuan nafas pada
pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru ,
sehingga sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan
oksigenasi tetap terjaga. Alat ini sangat diperlukan pada kasus-kasus
emergency tertuama digunakan pada pasien yang mengalami kegagalan nafas
secara spontan.
Lagi-lagi seperti saya sebutkan diatas bahwa tak semua rumah sakit
memiliki alat bantu nafas ventilator ini karena harganya yang sangat
mahal. Kalaupun ada jumlahnya sangat terbatas di rumah saki rujukan
(pusat) dan biasanya dirumah sakit tersebut seringnya sudah terpakai
oleh pasien lain yang juga memerlukan alat yang sama. Banyak kondisi
penyakit pasien yang sangat tergantung ventilator. Jadi ketika alat ini
dilepas pasien dapat segera mengalami kegagalan nafas dan berakibat
kematian.
Lalu salahklah ketika rumah sakit menolak pasien yang
harus segera dioperasi karena kasus kegawatan tapi ditolak karena rumah
sakit tak punya ventilator?
Percuma bukan ketika pasien sudah di tangani dokter ahli bedah
anak tapi paska / setelah operasinya tidak mendapatkan perawatan yang
sesuai dengan standar penanganan pada kasus kegawatan yang dialami
pasien tersebut. Dokter dan rumah sakit tentunya tidak mau mengambil
resiko membiarkan pasien dirawat seadanya ketika paska operasi. Tentu
saja karena kalau pasien meninggal nanti siapa yang disalahkan?
siapa yang akan disorot dan dituduh malpraktik? lagi-lagi rumah sakit
dan tenaga kesehatan didalamnya.
4. Tidak terima BPJS
Perlu diketahui bahwa tidak semua rumah sakit ataupun klinik bekerja
sama dengan BPJS. Jadi ketika ada pasien yang mau menggunakan BPJS di
rumah sakit yang tak ada kerja sama dengan BPJS tentu saja wajar jika
tidak diterima. Karena dengan BPJS pembiayaan dari si sakit nantinya
akan di cover atau ditanggung oleh lembaga BPJS itu sendiri. Nah jika
rumah sakit tak kerja sama dengan BPJS lalu siapa yang akan membayarkan
biaya pengobatan pasien tersebut? sementara BPJS sendiri juga pastinya
tak akan mau untuk membayar pada rumah sakit yang tidak bekerja sama
dengan mereka, walau dengan alasan kemanusiaan sekalipun.
Lalu salahkah jika rumah sakit yang menolak pasien karena
alasan tidak kerjasama dengan BPJS sementara pasien tetap memaksa ingin
menggunakan BPJS?
5. Rumah sakit minta DP?
Menurut keterangan diatas di rumah sakit yang tidak bekerja sama dengan
BPJS pasien dimintai DP uang terlebih dahulu jumlahnya bervariasi antara
15-30 juta. Benarkah? menurut saya kondisi bisa jadi benar juga bisa
jadi salah atau terlau dilebihkan. Saya sendiri bekerja di sebuah rumah
sakit bedah swasta non BPJS sampai hari ini rumah sakit tidak pernah
meminta DP sedikitpun pada pasien. Namun kelemahannya sering terjadi
setelah pasien dioperasi, pasien tersebut tidak membayar karena tidak
punya uang atau pasien berhutang tapi membayarnya semau mereka sendiri.
Akhirnya rumah sakit harus nombok dan merugi. Lagi-lagi walau dengan
alasan kemanusiaan yang namanya operasi itu biayanya tidak lah sedikit
dan cendwerung mahal karena untuk biaya obat-obatan, biaya dokter,
perawat, alat-alat dan operasional lainnya. Terlebih lagi untuk
perawatan pasien emergeny yang memerlukan perawatan dan ruangan khsusu
tentunya biayanya akan jauh lebih besar. Jika jangan heran jika ada
rum,ah sakit terancam bangkrut karena kondisi keuangannya yang tidak
sehat dikarenakan perputaran uangnya yang juga tidaklah sehat.
Lalu salahkah jika rumah sakit yang tidak bekerja sama
dengan BPJS menolak pasien karena pasien tidak bersedia memberikan DP
pada rumah sakit?
Sejatinya DP itu sendiri bukan berarti masuk ke kantong pribadi rumah
sakit, tapi DP itu akan digunakan untuk mencukupi pembelian obat-obatan
dan biaya operasional persiapan operasi dan paska operasi yang akan
digunakan untuk pasien itu sendiri,. Dan sekali lagi memang jumlah biaya
untuk operasi itu tidaklah sedikit terlebih lagi pasien tersebut
memerlukan perawatan intensive khusus dan tidak semua rumah sakit
memiliki uang CASH yang bisa sewaktu-waktu dikeluarkan guna membiayai
operasi pasien. Kembali lagi ke atas bahwa untuk dapat bertahan (tidak
bangkrut) rumah sakit juga harus pandai-pandai mengatur manajemen
keuangan mereka.
Sebenarnya selain problem diatas masih banyak kendala-kendala yang
sering dialami baik oleh pasien maupun pihak rumah sakit dan pelayanan
kesehatan kita pada umumnya. Tapi itulah peliknya problem kesehatan di
negara kita jika dibandingkan negara tetangga seperti malaysia,
singapura atau australia yang memiliki layanan kesehatan jauh lebih
baik.
Perlu juga teman-teman tahu bahwa minimnya APBN negara kita yang
dialokasikan bagi pembangunan kesehatan sangatlah minim hanya sekitar
2,5% dari total APBN kita. Belum lagi harga obat-obatan dan alat
kesehatan yang sangat tinggi (mahal) dikarenankan pajak dan bea masuk
barang-barang tersebut ke dalam negeri sangat tinggi bahkan hampir
setara dengan pajak barang mewah membuat banyak rumah sakit kesulitan
untuk menyediakannya.
Selain itu Masalah lain terkait pelayanan BPJS juga masih harus bnyak
diperbaiki dan ditingkatkan. Pertama terbatasnya rumah sakit yang
bekerja sama dengan BPJS sehingga bisa kita lihat banyak antrian
disana-sini mulai dari pendaftaran hingga pelayanan. Masih banyak
aturan-aturan yang dibuat oleh BPJS yang dirasa kurang adil bagi pelaku
(orang-orang) yang berkecimpung di dunia kesehatan itu sendiri. Selain
itu besarnya tarif yang ditetapkan kadang tidak sesuai dengan besarnya
biaya perawatan yang harusnya didapat oleh pasien tersebut. Sehingga
seolah-olah dokter dan rumah sakit hareus benar-benar memutar otak
supaya pasien ini dapat sembuh / dilayani sesuai dengan tarif yang telah
ditetapkan dan akan dibayar oleh BPJS.
Itulah sekelumit persoalan kesehatan di negara kita yang mungkin belum
banyak orang tahu. Semoga bagi pembaca dengan sedikit info dari saya ini
dapat lebih sedikit terbuka dan bijaksana dalam menanggapi berita
negatif seputar dunia kesehatan kita. Terlebih tidak cepat terpancing
emosi dan ikut-ikutan menyebarkan berita negatif yang belum tentu benar
sesuai dengan kondisi dilapangan.
salam sehat,
dr. Wahyu Triasmara
sumber kompasiana
Kerrreennn dok..!!
ReplyDelete