Kadang, hidup kita terlalu disibukkan perkara mencari pengakuan. Kita
haus disanjung, berharap dipuji atau sekadar dianggap hebat oleh orang
lain. Akhirnya, saat tak dapat yang diinginkan, kita jadi mudah kecewa.
Sedih, tersinggung, atau bahkan marah saat menerima kritikan, pun
komentar yang tak menyenangkan.
Sementara belum tentu kritikan atau komentar negatif itu pantas kamu
sandang! Ya, ada beberapa tipe orang yang penilaiannya atas dirimu
memang sebaiknya kamu abaikan. Tutup telinga; jangan dengarkan. Siapa
saja mereka?
1. Mereka yang Tak Benar-Benar Kamu Kenal dan Hanya Kamu Lihat di Jejaring Sosial
Jejaring sosial ibarat ruang bebas untuk berekspresi dan berpendapat. Lewat update status atau tweet
misalnya, seseorang bisa berbagi cerita tentang kesehariannya pada
“dunia”. Berkisah tentang kesukaan, ketidaksukaan, atau menunjukkan
karakter dirinya. Aktivitas inilah yang sudah pasti mengundang tanggapan
dari orang lain. Misalnya, saat kamu menuliskan;
“Lagi suka banget masak. Semoga bisa jadi chef beneran. Amin.”
Teman-temanmu bisa jadi berkomentar macam-macam. Ada yang mendukung,
ada yang bercanda bahwa kamu “ngebet nikah”, namun ada pula yang bilang
dengan ringan: “Lah, bukannya kamu nggak pernah bisa masak?”
Bagaimana kamu harus menyikapi mereka? Berterima kasihlah saat ada
yang menyemangatimu, dan abaikan saja mereka yang merendahkanmu.
Berhenti menjadi pribadi yang terlalu perasa; yang dalam-dalam
memikirkan omongan negatif dari orang-orang yang bahkan tak kamu kenal.
2. Gurumu Sendiri, Jika Beliau Memaksakan Nasihatnya
Kita memulai jenjang pendidikan di taman kanak-kanak. Di sanalah
tempat guru-guru yang dengan sabar mengajarkan banyak hal pada kita.
Menggambar, melipat kertas, menggunting pola, atau menempel hasta karya.
Mereka bisa dengan sabar mengajarkan hal-hal yang tidak kita tahu
sebelumnya. Ya, guru adalah tempatmu bertanya, meminta saran, atau
berharap pencerahan.
Namun, sadarilah bahwa guru hanya bertugas sebagai pemberi saran.
Keputusan akhir tetap ada di tanganmu. Saat bingung memilih jurusan IPA
atau IPS misalnya, atau saat bingung menentukan akan masuk kampus mana.
pendapat atau saran yang diberikan gurumu pantas didengarkan karena
tujuannya pasti untuk kebaikan. Tapi, yakinlah bahwa di dunia ini tak
ada yang berhak menetukan jalan hidupmu, kecuali dirimu sendiri.
3. Jangan Hiraukan Atasan yang Merendahkan Potensi dan Kemampuanmu
Setelah berhasil menyandang gelar sarjanamu, kamu pun mulai menjejak
dunia baru. Ya, dunia kerja yang ternyata jauh berbeda dari masa-masa
kuliah. Hal-hal baru yang kamu lakoni membuatmu rentan melakukan
kesalahan; tak bisa mengerjakan tugas sesuai yang dinginkan atasanmu di
kantor misalnya.
Ya, kamu memang layak mendapat teguran untuk kesalahan yang sudah
kamu lakukan. Tapi, seorang atasan yang baik selayaknya bisa menegur
bawahannya dengan tepat. Bukan sekadar memaki atau mengkritisi
kesalahanmu, tapi juga memberikan koreksi yang sifatnya membangun.
Justru dari kesalahan yang kamu lakukan dan kritik yang diberikan
atasan, kamu bisa banyak belajar. Setelah mengetahui letak kesalahanmu,
kamu pun bisa mulai memperbaiki diri.
4. Dia yang Sudah Mematahkan Hatimu
Perkara hati memang seringkali sulit dimengerti. Menemukan pasangan
yang begitu disayangi membuatmu tak bisa mengendalikan diri. Rasa sayang
dan cinta pada pasangan yang begitu besar menjadikanmu ketergantungan.
Ketika akhirnya hubungan yang kamu jalani harus kandas, kamu pun
seharusnya bisa menerima.
Sadarilah bahwa kalian bukan lagi sepasang kekasih yang berjalan
menuju satu tujuan yang sama. Setelah putus, keputusan-keputusan penting
dalam hidupmu tak lagi perlu dikompromikan dengannya. Jangan terjebak
dalam masa lalumu; menganggap bahwa mantan pasangan masih saja jadi
pusat perhatianmu. Bisa jadi kamu melakukan hal itu lantaran masih
berharap bahwa suatu hari dia akan kembali padamu. Tapi, tunggu!
Bukankah kamu layak menjalani hidupmu yang sekarang, bukan yang dulu
atau perkara masa yang akan datang?
5. Jangan Dengarkan Pendapat dari Teman yang Tak Menerima Apa Adanya Dirimu
Teman adalah mereka yang bisa menerimamu “apa adanya”. Ya, menerima
kelurangan dan kelebihanmu sebagai satu paket komplit. Sifatmu yang
mudah marah, sensitif, hingga mudah menangis pun bisa mereka pahami.
Mereka tahu bahwa dibalik kekuranganmu itu, kamu adalah pribadi yang
setia kawan dan menyenangkan.
Namun, di antara sekian teman-teman yang kamu punya, tentu tak
semuanya baik. Ada teman sejati yang selalu hadir saat kamu kesusahan,
pun ada sekadar teman yang muncul saat kamu bersenang-senang. Yang
pasti, kamu layak tahu yang jadi prioritasmu. Pendapat dan saran dari
teman-teman terbaiklah yang pantas kamu pertimbangkan. Bagaimanapun,
mereka tak akan tega memberikan saran atau masukan yang akan
menjerumuskanmu, kan? Karena merekalah sahabat-sahabat yang sudah pasti
ikut berbahagia melihat kesuksesanmu.
6. Rekan Kerja yang Sering Nyinyir
Dalam sebuah lingkungan kerja, kamu punya kesempatan bertemu banyak
rekan dengan berbagai kepribadian. Ada yang baik hati, gila kerja, suka
bercanda, hingga beberapa yang ternyata lebih suka nyinyir daripada
bekerja. Yup, punya teman yang sifatnya nyinyir atau sering cerewet
berkomentar memang menyebalkan. Apalagi, komentar-komentarnya cenderung
kasar atau menyakitkan. Misalnya, saat jam makan siang dan melihatmu
yang sedang menyantap makan, dia akan berkomentar;
“Wah, makanmu banyak juga, ya? Nggak takut gendut? Nanti ngantuk terus kena tegur Bos, deh!”
Menghadapi jenis rekan kerja yang seperti ini kamu hanya harus ekstra
sabar. Komentar-komentarnya tak perlu terlalu didengar, atau anggap
saja “angin lalu”. Saat ingin sedikit bersenang-senang, kamu boleh kok
menanggapinya dengan bercanda. Yang pasti, kamu tak layak sakit hati
karena ulahnya.
7. Kadang, Kamu Hanya Harus Mendengarkan Suara Hatimu Sendiri dan Mengabaikan yang Lain
Kamu yang punya percaya diri pasti mengerti bahwa mengharapkan pujian
atau pengakuan dari orang lain tidaklah penting. Selain keluarga,
dirimu sendirilah yang jadi selayaknya jadi sumber kekuatan. Kamu hanya
akan fokus pada pencapaian-pencapaian yang sudah kamu rencanakan. Kamu
bekerja keras, berusaha, dan tak pernah enggan berdoa.
Saat menjajal seleksi beasiswa S2 keluar negeri misalnya, berapa
banyak orang yang ragu akan keberhasilanmu? Berapa kali akhirnya kamu
harus bertanya pada diri sendiri; “apa aku bisa, ya?” Tapi,
kegigihan dan kualitas mental yang menentukan kesuksesanmu. Dalam hal
apapun, kamu yang tegak pada pendirian dan tak mudah goyah sudah pasti
punya peluang sukses yang lebih besar.
Apakah kamu termasuk orang yang terlalu peduli dengan
komentar-komentar buruk di sekitarmu? Jika iya, semoga kamu bisa segera
mengubah kebiasaanmu itu, ya!
sumber hipwee
No comments:
Post a Comment