Monday, 20 October 2014

Menjadi Kaya Dengan Manajemen Uang Ala Tionghua

Menjadi kaya dan mampu memenuhi semua kebutuhan finansial tanpa kesusahan jadi harapan mayoritas manusia di dunia. Tak terkecuali di Indonesia. Maka tak heran, pekerjaan bergaji tinggi serta ide tentang bagaimana cara membangun kerajaan bisnis sendiri sangat digemari di negeri ini.

Banyak orang lupa, menjadi kaya bukan sekedar soal pekerjaan kantoran atau seberapa banyak bisnis yang dijalankan. Pengaturan dan pengendalian uang, jadi kunci yang tak kalah penting bagi tercapainya sebuah kemapanan finansial. Nah, kali ini akan dipaparkan rahasia mengatur uang yang dianut oleh etnis Tionghoa.
Artikel ini sama sekali tidak bertujuan mengatakan sebuah etnis lebih baik dari yang lain, ya. Tidak ada yang salah ‘kan dengan membuka diri untuk mempelajari hal-hal bermanfaat dari mereka yang sudah terbukti berhasil melakukannya?



1. Dalam Kepercayaan Konghucu yang Dianut Orang Tionghoa, Menjadi Hemat Adalah Sebuah Kebajikan

Berhemat adalah sebuah kebajikan
Berhemat adalah sebuah kebajikan via foodandthecity.blogspot.com
Menghargai uang dan berusaha selalu hemat tidak bisa dilepaskan dari nilai kepercayaan Konghucu yang banyak dipeluk oleh masyarakat Tiongkok. Dari The 8 Virtues (8 Nilai Kebajikan) yang dianut oleh pemeluk Konghucu di Tiongkok, nilai “Berbakti Pada Orang Tua” dan “Menjaga Integritas” sangat dekat dengan nilai hemat yang membuat masyarakat Tiongkok mampu mengatur uang yang dimilikinya
Definisi “Berbakti Pada Orang Tua (Filial Pietyadalah bagaimana seseorang bisa menjaga sumber daya yang dimiliki keluarga demi kepentingan masa depan. Haram hukumnya seorang anak membelanjakan harta keluarganya secara berlebihan. Jika ia belum mampu memberikan sesuatu untuk keluarga, maka jalan terbaik yang bisa ia tempuh adalah dengan tidak menghamburkan harta kedua orang tuanya.
Nilai hemat juga sangat dekat dengan nilai “Menjaga Integritas” (Honour) dalam kepercayaan Konghucu. Sesuatu yang tidak menjadi hak pribadi sama sekali tak boleh diambil. Bahkan, meskipun suatu hal sudah menjadi hak pribadi, seseorang perlu menggunakannya dengan hemat dan hati-hati. Agar tidak memberikan dampak buruk bagi orang lain di sekitarnya.
Di Tiongkok, negara tempat kepercayaan Konghucu berkembang — sifat dan sikap hemat bahkan tercermin dalam pengeluaran negaranya. Masyarakat Tiongkok tercatat hanya menggunakan 34% dari total GDP-nya sepanjang 2009-2013. Bandingkan dengan Indonesia yang tercatat menggunakan 59% dari total GDP yang dimiliki. 

2. Sebisa Mungkin, Uang Simpanan Akan Selalu Disisihkan

Sebisa mungkin menghemat pengeluaran
Sebisa mungkin menghemat pengeluaran via i.huffpost.com
Nilai hemat juga tercermin dalam kebiasaan menabung orang Tionghoa. Berbeda dengan negara lain di dunia,Tiongkok, negara tempat kebanyakan etnis Tionghoa berasal — memiliki tingkat rerata menabung sebesar 51% dibandingkan jumlah pendapatan negaranya.
Angka ini sangat jauh lebih besar, jika dibandingkan dengan Indonesia yang tingkat menabung masyarakatnya hanya 31% dibanding GNP dan Amerika yang memiliki tingkat menabung 17% dibanding GNP.
Aku melihat saudara-saudara Tionghoa-ku menabung 50-60% dari total penghasilan mereka. Dan aku pun merasa tidak ada masalah menyisihkan uang sebanyak itu untuk disimpan.”
Xin Lu, Kontributor Laman WiseBread
Tidak hanya cerdik mengatur uang, kultur Tionghoa yang menjunjung tinggi penghematan juga membuat mereka cerdik dalam memilih bank. Bank yang dipilih tidak hanya harus menawarkan kemudahan, tapi juga harus membawa keuntungan. Suku bunga yang kompetitif, rendahnya biaya administrasi, hingga beragamnya jenis layanan jadi hal yang jadi pertimbangan.
Apakah sampai hari ini kamu masih sering bingung bagaimana mengatur siasat agar bisa menyisihkan uang untuk ditabung setiap bulannya? CekAja pernah melansir artikel “4 Cara Sisihkan Gaji untuk Ditabung”yang bisa membantumu.


3. Membayar Dengan Kontan Akan Selalu Jadi Pilihan, Jika Tidak Pun Penggunaan Kartu Kredit Harus Melewati Banyak Pertimbangan

Selalalu berusaha membayar dengan uang tunai
Selalalu berusaha membayar dengan uang tunai via articles.chicagotribune.com
Berhutang bukanlah hal yang wajar dilakukan oleh orang-orang yang datang dari etnis Tionghoa. Keengganan untuk berhutang ini tidak bisa begitu saja dilepaskan dari praktik penetapan suku bunga hutang yang sangat “longgar” oleh pemerintah Tiongkok. Bukan berarti di negeri Tiongkok sana bunga hutang rendah ya, justru pemerintah bisa dengan seenak hati menaikkan atau menurunkan suku bunga pinjaman sesuai situasi ekonomi.
Kondisi ini membuat mereka yang datang dari latar belakang etnis Tionghoa insecure terhadap kondisi pinjaman mereka. Bisa-bisa saat kondisi ekonomi memburuk, suku bungan pinjaman ikut melonjak. Sebab itu, sebisa mungkin mereka akan berusaha untuk selalu membayar kontan dalam tiap kesempatan.
Jika pun harus membayar menggunakan kartu kredit, kerugian dan manfaatnya akan selalu ditimbang matang-matang. Jangan sampai “hutang” yang tercipta karena penggunaan kartu kredit gagal membawa keuntungan.
Biasanya, pengeluaran terencana seperti belanja bulanan dan membayar berbagai cicilan yang sudah jelas jumlahnya lah yang boleh dibayar dengan kartu kredit. Hal ini mereka lakukan demi menghindari pembengkakan tagihan yang menyebabkan tunggakan pembayaran. Selengkapnya tentang “Memilih Kapan Harus Membayar Tunai dan Kapan Harus Membayar Lewat Kartu Kredit”  bisa kamu temukan di artikel CekAja ini.


4. Bagi Etnis Tionghoa, Menawar Harga Adalah Hal yang Biasa

Menawar adalah hal yang biasa
Menawar adalah hal yang biasa via internchina.com
Mencari harga terbaik akan terus diupayakan jika ada kesempatan. Di Tiongkok sendiri, kebiasaan menawar sudah bukan jadi hal yang aneh untuk dilakukan. Bahkan, jika kamu membaca tips dan trik untuk melancong ke Tiongkok kebanyakan travel guide akan menyarankan kamu menawar harga hingga 50-75% dari penawaran awalnya.
Di Indonesia, kebiasaan tawar-menawar etnis Tionghoa juga bisa kamu temukan dengan mudah. Di Pasar Elektronik Glodok, misalnya. Pun di daerah Pecinan lainnya. Kebiasaan dan budaya yang satu ini tidak hanya membuat mereka bisa menemukan harga termurah, tawar-menawar juga bisa memberikan tingkat harga yang fair bagi kedua belah pihak yang terlibat kegiatan jual beli.


5. Gaji dan Penghasilan Bukanlah Privasi yang Harus Ditutup-Tutupi

Orang Tionghoa tidak menutupi besaran gajinya
Orang Tionghoa tidak menutupi besaran gajinya via maurice2china.wordpress.com
Bagi beberapa orang, membicarakan gaji dan pendapatan adalah hal sensitif yang sebisa mungkin harus dihindari. Namun tidak begitu dengan kebiasaan yang terjadi di lingkungan etnis Tionghoa. Gaji dan pendapatan bukanlah privasi yang harus disimpan dan ditutupi. Saat mereka ditanya berapa gaji dan pendapatan lainnya, jangan kaget kalau mereka akan ringan menjawabnya.
Dalam kultur Tionghoa, menanyakan gaji dan pendapatan adalah salah satu bentuk cara mengenal antara satu sama lain. Dengan mengetahui gaji dan pendapatan seseorang, kita akan tahu gaya hidup dan pilihan ekonomi yang akan diambilnya. Hal ini dipercaya dapat menghindarkan pemberian perlakuan yang salah pada orang lain, terbukanya etnis Tionghoa soal pendapatan juga diyakini bisa jadi solusi agar mereka lebih mudah untuk saling membantu.
“Ayahku pernah membantu menyelamatkan saham kawannya hingga 20%, karena ia tahu berapa penghasilan si teman. Jika mereka tidak saling terbuka soal penghasilan, hal ini tidak akan bisa dilakukan.”


6. Dalam Setiap Perayaan, Uang Adalah Kado Terbaik yang Bisa Diberikan

Uang adalah kado terbaik
Uang adalah kado terbaik via www.redenvelope.com
Etnis Tionghoa memiliki kebiasaan unik untuk memberikan uang sebagai bingkisan dalam berbagai perayaan penting. Pernikahan kerabat, kasih angpau berisi uang. Saat ulang tahun pun tidak sedikit mereka yang beretnis Tionghoa menerima kado berupa uang tunai, bukan bingkisan.
Yang cerdik dari kebiasaan pemberian bingkisan semacam ini adalah, si penerima dapat menggunakannya sesuai kebutuhan. Uang yang tidak digunakan juga bisa disimpan atau digunakan untuk membeli instrumen investasi yang menguntungkan. Tentu ceritanya akan jauh berbeda jika bukan uang yang diberikan sebagai hadiah.
Kamu ingin mengikuti kebiasaan unik ini, menyimpan uangnya demi investasi yang ingin diikuti? Masih bimbang memilih instrumen investasi apa? Fitur Perbandingan Instrumen Investasi Deposito yang ditawarkan oleh CekAja akan layak untuk kamu coba.


7. Manajemen Uangnya Handal, Kerja Keras Juga Tidak Dilupakan

Kerja keras tidak pernah ditinggalkan
Kerja keras tidak pernah ditinggalkan via www.chinabusinessreview.com
Kegagalan jadi bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah proses menuju kesuksesan. Untuk menghadapi kegagalan dengan gagah berani, dibutuhkan optimisme dan kerja keras tingkat tinggi. Inilah yang selalu dimiliki oleh mereka yang beretnis Tionghoa. Dan terlepas dari apapun latar belakang etnismu, kamu pun pasti bisa melakukannya.
Mereka tidak pernah mengeluh pada kebijakan pemerintah yang menyulitkan. Saat orang lain merasa nggak mungkin bisa, orang-orang ini akan gigih berkata: “Aku pasti bisa!”. Gak percaya? Jack Ma, Li Ka Shing, Wu-Shi Hong — semua mencapai kesuksesan mereka lewat jalan yang dianggap orang tidak masuk akal. Namun keyakinan dan determinasi mereka membuat semua yang tidak mungkin menjadi mungkin teraih tangan.

sumber hipwee

No comments:

Post a Comment