Monday 19 January 2015

Menerima Apa yang Menjadi Bagian Kita

 
Masing-masing orang terlahir dengan takdirnya masing-masing. Ada yang terlahir dalam kondisi normal, ada yang kurang (disable), ada yang kaya, ada yang miskin, dan sebagainya. Kita sendiri tak bisa memilih akan dilahirkan di mana dan bagaimana wujudnya. Karena itu, ada anggapan bahwa nasib itu tak bisa diubah. Banyak yang berpendapat, jika terlahir sebagai anak pengemis, mati pun akan jadi pengemis. Ada yang mengatakan si dia kaya karena memang dia terlahir dari keluarga berada.

Padahal sejatinya, sejarah telah membuktikan. Ada banyak kisah nyata di dunia, orang-orang hebat yang mampu mengubah nasibnya. Mereka berjuang dari nol—bahkan minus—hingga sukses. Bahkan, ada yang kemudian diuji dengan ujian yang membuatnya jatuh lagi ke titik yang negatif lagi. Namun, dengan keyakinan kuat, mereka berjuang, bergerak, kembali bangkit, dan ujungnya, mampu menjadi “pahlawan” tipikal from zero to hero di bidangnya masing-masing.

Saya sendiri berasal dari keluarga yang kurang mampu, miskin, dengan berjuta alasan yang—jika saya tetap miskin hari ini—bisa dijadikan pembenaran bahwa nasib saya memang hanya akan begitu-begitu saja. Tapi, suatu kali orangtua saya mengatakan: “Sepanjang gunung masih menghijau, jangan takut kehabisan kayu bakar.” Inilah salah satu wejangan yang membuat saya yakin, ada banyak “kayu bakar” yang membuat saya bisa terus hidup dan berkembang, hingga akhirnya sukses seperti saat ini.

Inilah gambaran nyata yang saya alami dan inilah yang menurut saya adalah bagian terbaik dari diri—the best of me. Yakni, saya meyakini dan menyadari, bahwa sukses adalah hak semua orang. Maka, ketika saya mendengar nasihat Jawa yang sering diucapkan: nrimo ing pandum, yang berarti menerima apa yang sudah jadi bagian kita, nasihat tersebut saya artikan dengan sudut pandang yang berbeda. Yakni, kita menerima, kita pasrah, kita berserah, kita mau menerima apa adanya, namun dengan kondisi pasrah yang bukan pasif dan menunggu keadaan membaik, tanpa berbuat apa-apa. Pepatah nrimo ing pandum ini saya maknai sebagai sikap untuk selalu proaktif guna menciptakan peluang dan mencari cara untuk memperbaiki berbagai kondisi yang kita anggap kurang.

Hal tersebut boleh jadi sejalan dengan sebuah ungkapan bahasa latin: Homo proponit, sed Deus disponit yang artinya lebih kurang: manusia merencanakan tetapi Tuhan yang menentukan. Senada dengan nrimo ing pandum, saya pun mengartikan manusia berencana adalah “kewajiban melakukan tindakan” sebelum Tuhan berkehendak. Sehingga, saat hasil yang didapat belum sesuai dengan yang diinginkan, kita pasrah dan berserah, namun tetap dengan sikap proaktif untuk mengevaluasi semua kondisi dan berusaha untuk memperbaiki.

Mari, menerima apa yang jadi bagian kita, setelah sebelumnya berjuang mati-matian. Saya yakin, dengan sikap tersebut, “success is my right” akan benar-benar terwujud, jadi milik kita.
Salam sukses luar biasa!
sumber andriewongso

No comments:

Post a Comment