Monday, 25 August 2014

Kisah Patrick, 10 Tahun Berjuang Melawan Penyakit ALS

Penyakit amyotrophic lateral sclerosis (ALS) kini semakin dikenal orang setelah aksi Ice Bucket Challenge atau tantangan mandi es menjadi viral di seluruh dunia. Dengan menyiram badan menggunakan air es, kita diharapkan bisa merasakan sensasi beku seperti yang dialami pasien ALS.

Meski tubuh beku setelah disiram es mungkin tak bisa mewakili apa yang dirasakan para penderita ALS, tantangan mandi es tersebut sejauh ini telah berhasil mengumpulkan lebih dari 41 juta dollar AS. Dana itu akan dipakai untuk penelitian penyakit ini.


Salah satu pasien ALS, Patrick O'Brien, membagikan pengalamannya selama hampir 10 tahun menderita ALS. Kisah hidupnya didokumentasikan menjadi film, yang akan ditayangkan dalam waktu dekat. Inilah pengalaman Patrick yang ia "tuliskan" untuk majalah Time.

Dalam beberapa minggu terakhir ini, dari tempat tidur, saya melihat penyakit yang perlahan-lahan membunuh saya ini telah menjadi tren dalam satu malam.

Hampir setiap malam saya bermimpi tentang makanan. Saya menonton film Goodfellas hanya untuk melihat adegan makanannya. Big Mac tentu saja sangat menarik. Iklan Taco Bell juga tak kalah memprovokasi pikiran saya.

Namun pada kenyataannya, saya tidak dapat makan, berjalan, dan berlari. Saya bahkan tidak bisa menggerakkan kaki atau tangan. Saya hanya bisa berbaring di kasur dan mengetik artikel ini dengan pupil mata saya. Pupil dan otak, hanya dua bagian tubuh inilah yang masih berfungsi.

Saya divonis menderita ALS saat berumur 30 tahun. Sejak saat itu, saya telah mendokumentasikan perkembangan penyakit ini hingga hampir 10 tahun. Bulan Oktober nanti, saya akan berumur 40 tahun. Ke mana saja waktu yang saya lewatkan? Film yang saya buat adalah bentuk perlawanan saya terhadap ALS.

Sinematografer saya, Ian Dudley, menggunakan kamera Rusia 35 mm tua dengan lensa yang menakjubkan. Penting bagi saya untuk merekamnya karena ALS adalah penyakit yang sangat berhubungan dengan fisik. Dengan demikian, bila penyakit ini mengambil fisik saya, saya akan menggantinya dengan pita seluloid.

Terlepas dari kerasnya situasi ini, sulit dipercaya bahwa saya masih hidup. Ketika saya melihat banyaknya orang di luar sana yang tidak mendapat dukungan, hati saya hancur. Kadang-kadang, saya juga menangis. Saya beruntung karena bisa tinggal di salah satu permukiman ALS terbaik di sini, Leonard Florence Center for Living di Massachusetts.

Yayasan ini menjadi rumah pertama di AS bagi penderita ALS. Bukan hanya keramahan dan pertolongan pegawai di sana yang membantu saya bertahan hidup hingga saat ini, melainkan dua hal, anak saya yang masih 6 tahun, yang tinggal jauh dari saya di Florida, dan saya harus menyelesaikan film dokumenter saya.

Ada satu sisi baik dari ALS. Mungkin terdengar aneh, tetapi dalam cara tertentu, ALS justru menyelamatkan hidup saya. Mengidap penyakit parah bisa membuat apa yang telah kita lakukan seolah tidak ada artinya: apa hal buruk yang pernah kita lakukan atau pernah dilakukan terhadap kita.

ALS adalah penyakit yang sempurna. Setiap orang seharusnya merasakan ALS setidaknya sehari saja, termasuk mereka yang ikut dalam #ALSicebucketchallenge di mana-mana. Saya menyebutnya "baptis kesadaran".

Sungguh menakjubkan bahwa sebuah penyakit yang pelan-pelan membunuh Anda tiba-tiba terkenal dalam semalam. Ini adalah sebuah cara orang melihat sesuatu yang lebih besar dari diri mereka, untuk menghilangkan ketakutan bahwa siapa tahu yang terkena ALS selanjutnya adalah mereka sendiri.


Saya sudah tidak bisa melakukan apa pun. Saya memilih untuk tidak mengingat betapa mengerikannya statistik penyakit ALS. Belum ada obat yang ditemukan sejak 70 tahun lalu ketika Lou Gehrig menyampaikan pidatonya, "Orang Paling Beruntung di Dunia". Saya hanya bisa berbaring, menunggu ulang tahun ke-40, sambil memimpikan dunia luar.

Pengidap ALS beberapa minggu ini akan menjadi "selebriti penyakit". Meskipun Anda didiagnosis punya penyakit fatal, tantangan ember es itu membuat Anda punya banyak tag dan notifikasi di Facebook. Untuk satu menit, ALS membuat semuanya jadi menyenangkan.

Namun, kenapa saya masih merasa cemas? Mariyuana medis terkadang menjadi anti-depresan, tetapi saya tidak mengonsumsinya beberapa bulan belakangan karena kesulitan untuk memakainya. Saya takut bahwa gerakan ember es yang sukses tersebut akan segera berakhir. Ya, itu harus berakhir. Rentang kolektif perhatian Amerika mengatakan bahwa tren ini harus berakhir. Padahal, perhatian seperti ini sangat dibutuhkan. Setelah ini selesai, akan ada di manakah kami, para penderita ALS?
Sumber Kompas

No comments:

Post a Comment