Tantrum atau sikap manipulatif biasanya muncul pada anak usia 1-3
tahun. Di masa itu, anak mudah meledakan emosi melalui teriakan, marah,
menangis, hingga berguling-guling di lantai. Perilaku semacam ini kerap
muncul saat keinginan anak tidak terpenuhi.
Psikolog anak, Ellen Paramitha mengatakan, pada dasarnya tantrum
merupakan hal normal dalam perkembangan anak. Sebab, pada usia 1-3
tahun, anak memandang segala sesuatu menurut kacamatanya. Sehingga jika
hal itu tidak berjalan sesuai kehendak, ia akan meledakan amarah sebagai
jalan mengekspresikan diri.
"Walaupun bisa dikatakan normal, perilaku ini tetap perlu dikontrol," kata Ellen, Minggu 17 Agustus 2014. "Kalau dibiarkan, nantinya justru bisa berkembang menjadi perilaku agresif."
Lalu apa saja penyebab tantrum pada anak? Berikut ulasannya:
1. Orang tua tak memahami maksud anak
Ketika menginginkan sesuatu, anak biasanya menarik-narik orang tua, menunjuk, ataupun berceloteh. Kadang, cara anak mengkomunikasikan kemauan tak selalu dapat dipahami orang tua. Karena permintaan itu tidak bisa segera terpenuhi, anak pun menjadi frustasi dan mengamuk.
Ketika menginginkan sesuatu, anak biasanya menarik-narik orang tua, menunjuk, ataupun berceloteh. Kadang, cara anak mengkomunikasikan kemauan tak selalu dapat dipahami orang tua. Karena permintaan itu tidak bisa segera terpenuhi, anak pun menjadi frustasi dan mengamuk.
"Karena itu, sangat penting orang tua melakukan komunikasi dengan
anak sesering mungkin. Agar terjalin ikatan saling memahami," kata dia.
2. Mengabulkan permintaan saat marah
Ketika anak berteriak dan mengamuk, orang tua biasanya mengabil jalan
pintas: memenuhi permintaan anak. Sikap ini, membuat sang buah hati
merekam kejadian itu dalam ingatan. Alhasil ia pun berpendapat, jika
menginginkan sesuatu cukup mengeluarkan amarah.
Menurut Ellen, meski ledakan emosi anak sangat parah, jangan
mengikuti kemauannya. Pun Anda sebaiknya menghindari pemberian hukuman.
Cukup memberikan pengertian bahwa yang dilakukannya keliru. Gunakanlah
bahasa yang lembut dan penuh kasih saying. Sehingga anak memahami, walau
salah, ia tetap mendapat perhatian orang tua. "Pelukan orang tua
biasanya bisa jadi solusi mujarab," kata dia.
3. Lingkungan
Kondisi lingkungan tempat berkembang anak memiliki pengaruh besar
terhadap perilaku. Bila orang tua kerap menggunakan emosi saat mengalami
suatu masalah, maka anak akan mengikuti. Perlu diingat, masa kecil
adalah periode anak memahami dunia melalui perilaku orang di sekitarnya.
Contoh yang buruk dari orang dewasa dapat memicu anak melakukan hal
serupa.
4. Kurang perhatian
Kesibukan orang tua dalam menjalani pekerjaan kadang membuat anak
merasa terabaikan. Alhasil, segala upaya untuk mendapatkan perhatian ia
lakukan. Seperti berteriak, menghentakan kaki, menangis, ataupun
berguling-guling. Karena itu, sangat penting bagi setiap orang tua untuk
selalu meluangkan waktu bermain bersama anak.
"Walaupun hanya mengajak mengobrol dan bercerita, dampaknya cukup besar bagi perkembangan psikologis mereka," kata dia.
5. Kelelahan dan lapar
Pada beberapa kasus, anak yang kelelahan ataupun sedang lapar kerap
menunjukkan gejalan tantrum. Karena terlalu asyik bermain, menyebabkan
hampir seluruh energinya terkuras. Anak pun mengeluarkan sikap emosianal
dan sulit dikontrol.
Dalam situasi semacam ini, orang tua perlu memperhatikan jadwal
aktivitas anak secara rutin. Ketika ia sudah terlihat kelelahan, segera
ajak untuk beristirahat atau melakukan aktivitas yang lebih santai.
"Pendekatan yang lembut dan penuh perhatian bisa mengurangi perilaku
tantrum pada anak," kata dia.
sumber yahoo
No comments:
Post a Comment