Pendidikan yang kurang baik kerap
dianggap jadi sumber berbagai permasalahan di negeri ini. Lihat
saja pendapat pakar setiap ada permasalahan yang menyerang Indonesia. Jika
dirunut, ujung-ujungnya balik ke pendidikan lagi. Tapi kalau memang ada
yang salah dengan pendidikan kita, sebenarnya apa yang sih harus diubah?
Kali ini Hipwee akan memaparkan beberapa hal sederhana
yang luput diajarkan dalam sistem pendidikan kita. Ini bukan soal pelajaran
sains rumit yang bisa memenangkan Indonesia di Olimpiade internasional. Tapi
tentang bagaimana pendidikan sepatutnya membentuk anak-anak Indonesia jadi
sebaik-baiknya manusia.
-Etika berkendara dengan sopan
Lihat deh kondisi lalu lintas kita beberapa tahun terakhir. Tidak hanya
semakin macet, tapi juga makin carut-marut. Di jalan raya semua orang ingin
jadi pemenang. Motor menyalip dari sebelah kiri. Mobil membunyikan klaksonnya
di malam hari. Seseorang akan tanpa dosa mengambil jalur kiri jalan, kemudian
langsung belok ke kanan. Menyebabkan pengendara lain terkaget-kaget
menyesuaikan diri.
Cara berkendara adalah cermin dari perilaku kita sebagai manusia.
Jangan kaget kalau di Indonesia banyak orang yang tega mengambil harta
rakyat yang bukan haknya. Itu sudah tercermin dari perilakunya di jalan raya.
Seandainya aja etika berkendara diajarkan dari kecil. Menyadarkan bahwa ada hak
orang lain yang terkebiri kalau kita bertindak ngawur di jalanan.
-Mata Pelajaran Bertanya
Orang Indonesia itu cerdas. Kalau kamu punya kesempatan menempuh pendidikan
di luar negeri, kamu akan mengakui hal ini. Pemahaman kognitif kita gak kalah
kok sama orang asing. Sayangnya, kita masih malu-malu bertanya dan
mengungkapkan pendapat. Padahal bertanya itu penting lho. Bukan cuma sekedar
mencari jawaban atas hal yang belum kamu tahu. Proses bertanya juga membuka
pola pikirmu.
Demi meningkatkan keinginan untuk bertanya, sekolah perlu punya kelas khusus
bertanya. Dalam kelas tersebut anak-anak bebas menanyakan apapun. Mulai dari
hal yang terkait pelajaran sampai hal konyol yang nggak ada kaitannya sama
sekolah.
Guru juga wajib memberikan jawaban yang “adil”. Kalau nggak tahu ya
bilang aja nggak tahu. Dengan kelas khusus bertanya anak-anak akan lebih berani
mengungkapkan pendapat mereka.
-Mata pelajaran berpikir kreatif
Guru: “Ayo anak-anak, coba gambar pemandangan!”
Template anak Indonesia: Dua gundukan gunung, matahari di
tengah, sawah di bawahnya.
Salah satu kekurangan sistem pendidikan kita adalah sempitnya ruang bagi
kreativitas. Kita terlalu terbiasa dibentuk menjadi “seragam”. Jadi berbeda
dari teman-teman dan lingkungan terasa menakutkan. Padahal, menjadi berbeda itu
wajar banget. Nggak ada yang salah dari mengambil sikap yang berseberangan
dengan teman-temanmu, selama kamu punya argumen.
Sekolah di Indonesia perlu punya mata pelajaran “Berpikir Kreatif” di semua
tingkat pendidikan. Di kelas ini anak-anak bebas mengembangkan ide mereka
sendiri untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Disini kamu bisa menciptakan
rumus bagi soal matematika, kamu bisa menulis naskah drama, bisa membuat film
untuk membantumu memahami soal Kimia.
-Sejarah
Dari SD sampai SMA pelajaran tentang seharah dunia yang kita terima hanya
sebatas Perang Dunia 1 dan Perang Dunia 2. Padahal banyak peristiwa
sejarah yang terjadi diluar Indonesia yang perlu kita ketahui. Bagaimana sejarah
penjajahan negara Asia lain dan bagaimana mereka menghadapinya.
Bagaimana tragedi kemanusiaan di Rwanda, Bosnia, serta
Chechnya terjadi. Bagaimana peliknya konflik agama di belahan dunia lain.
Sampai juga fenomena negara gagal.
Memiliki pemahaman yang menyeluruh soal sejarah dunia akan membuat generasi
Indonesia sadar bahwa hal yang terjadi di Indonesia juga terjadi di luar
negeri. Dan kalau orang-orang asing itu bisa menghadapinya, kenapa kita
tidak?
-Mempertanyakan sejarah
Pernahkah kamu bertanya kenapa Belanda bisa begitu lama menjajah Indonesia?
Atau sesederhana, “Siapa yang bersalah dalam peristiwa 1965?“.
Mempertanyakan fakta sejarah memang belum jadi kebiasaan yang lazim dilakukan
oleh orang Indonesia. Kita terbiasa menerima sebuah fakta sejarah mentah-mentah
dari sebuah sumber, tanpa pernah mencari fakta tandingannya.
Padahal mempertanyakan fakta sejarah bisa membuat kita jadi orang yang
kritis dan berpengetahuan luas. Kita jadi terbiasa mengumpulkan data tambahan
sebelum memutuskan untuk sepakat atau tidak sepakat terhadap suatu hal. Apabila
sedari kecil anak-anak Indonesia sudah diberi ruang untuk berani kritis
terhadap fakta sejarah, kecintaan mereka pada Indonesia bisa semakin dalam.
-Ideologi dunia
Walau kita yakin sepenuhnya pada ideologi Pancasila, bukan berarti ideologi
lain layak disalahkan dan jadi musuh bersama. Anak-anak Indonesia perlu tahu
apa itu komunisme, fasisme, sosialisme, liberalisme, kapitalisme,
atau humanisme sekuler – secara lengkap dan adil. Mulai dari
pemikiran yang ada dibaliknya hingga pelajaran-pelajaran yang bisa dipetik
dari keberhasilan dan kegagalan yang terjadi di negara atau
masyarakat penganut ideologi tersebut.
Kita nggak berhak mengatakan sesuatu buruk, salah dan layak dihakimi sebelum
tahu dengan mendalam bukan?
-Menggunakan sosial media dengan bijak
Fenomena ABG Labil, Anak Alay, Kimcil dan Terong-Terongan menunjukkan betapa
lemahnya anak muda kita dalam hal pemanfaatan media sosial. Postingan galau
soal perihnya putus cinta memenuhi lini masa. Tidak jarang foto
yang bersifat pribadi juga dengan murah diunggah ke berbagai situs pertemanan.
Penting bagi sekolah untuk mengajarkan bahwa anak muda harus cerdik
dalam memanfaatkan media sosial. Sekali sesuatu terposting via internet, dia
akan menyebar dan jadi milik publik. Padahal rekam jejakmu di media sosial juga
akan jadi bahan pertimbangan saat kelak melamar pekerjaan. Pendidikan kita sayangnya
belum memberikan pemahaman menyeluruh soal menggunakan media sosial dengan
tepat.
-Sopan santun sederhana
Saat naik eskalator di mall, pernahkah kamu berpikir untuk berdiri di sisi
kanan/kiri saja sehingga orang yang terburu-buru bisa lewat? Apakah kamu sudah
biasa bertanya, “Mau lantai berapa, Bapak/Ibu?” kalau kamu berada di dekat tombol
lift? Atau pernahkah kamu diajari bagaimana caranya menyajikan minuman
untuk tamu atau bagaimana cara menghadapi telepon salah sambung? Kalau
jawabanmu tidak, berarti kamu sama dengan saya. Saya belajar sopan santun bukan
dari sekolah.
Sekolah di Indonesia barangkali terlalu sibuk menyiapkan muridnya untuk
lulus UN. Dibanding mempersiapkan mereka jadi anak-anak santun. Maka gak jarang
kita akan menemui anak pintar yang kemampuan sosialnya nol besar. Bagaimanapun,
kita ini tetap bangsa timur yang menjunjung tinggi sopan santun. Pendidikan
soal sopan santun wajib masuk dalam kurikulum kita.
-Hidup bersama orang denga keterbasan fisik dan autisme
Pendidikan inklusi sudah jadi hal yang wajar bagi banyak negara di dunia.
Sayang, di Indonesia hal ini masih jarang ditemui. Coba deh hitung, sekian lama
bersekolah seberapa sering kamu punya teman yang menggunakan kursi roda?
Pernahkah kamu duduk sebangku dengan dia yang visi penglihatannya lemah?
Pernahkah kamu membantu teman penderita autisme untuk duduk tenang dan menyimak
pelajaran?
Bukannya menerima dan menghargai mereka, kita justru lebih terbiasa mengolok
dan mencibir. Ini bukan sepenuhnya kesalahan kita. Sedari kecil kita memang
tidak terbiasa diajarkan untuk hidup bersisian dengan kawan-kawan yang
berkebutuhan khusus. Kalau pendidikan kita tidak diubah jadi lebih inklusif,
kapan lingkaran setan diskriminasi di Indonesia akan selesai?
-Ketrampilan Mengelola uang dan investasi
Kita belajar skema debet-kredit, utang-piutang dan berbagai tipe pembukuan
yang rumit. Pemahaman dasar ilmu akuntansi bahkan telah dikuasai di sma. Tapi
apakah dengan itu kemampuan anak-anak Indonesia mengelola uang menjadi semakin
baik? Sayangnya, tidak juga tuh. Walau sudah punya dasar teknis mengatur uang,
aplikasinya sehari-hari masih jauh dari harapan.
Selain diajari cara membuat pembukuan yang balance, akan
oke banget jika sekolah juga mengajarkan bagaimana mengelola uang yang baik dan
bagaimana anak muda bisa mulai berinvestasi. Seharusnya sedari kecil kita
diajari untuk melihat uang sebagai modal untuk menghasilkan penghasilan yang
berlipat ganda. Bukan hanya sebagai komoditas yang bisa dibelanjakan.
-Pelajaran mendengarkan
Ada sebuah debat antar pengacara di TV swasta nasional kita, sebut aja nama
acaranya “Indonesia Lauyier Clubzz”. Di acara tersebut pengacara nasional
Indonesia malah tampak seperti anak SD yang sedang berdebat kusir. Saling
lempar argumen, gak mau kalah, memotong pembicaraan lawan bicara sebelum yang
bersangkutan selesai menyampaikan pendapat.
Kita memang bukan bangsa yang punya kemampuan mendengar dengan baik. Debat
kita anggap sebagai pertarungan. Bukan sebagai tempat tukar pendapat.
Seandainya saja ada mata pelajaran “Mendengarkan” di sekolah kita.
Anak-anak akan didudukkan berpasangan, saling mengungkapkan argumen terhadap
suatu isu. Tapi lawan bicara gak boleh menyelamu sampai pendapatmu selesai
diungkapkan. Mereka wajib mendengarkan dan mencatat poin yang kamu sampaikan.
Kalau cara menjadi pendengar yang baik ini diajarkan dari tingkat pendidikan
terendah, cara bertukar pendapat di negeri kita akan lebih sehat.
-Menghargai karya seni
Temanmu yang suka berpuisi di linimasa Twitter kamu ejek sebagai orang
galau. Dia yang suka corat-coret di sketch-book dianggap
aneh dan gak keren. Padahal dibanding kamu yang suka nge-bully, mereka
lebih keren karena bisa menghasilkan karya seni loh!
Anak-anak Indonesia perlu diajarkan untuk membedakan:
- Galau vs Puitis
- Artistik vs Ngawur
- Cupu vs Nyeni
Satu-satunya cara agar mereka bisa menarik garis perbedaan yang jelas adalah
dengan mengenalkan berbagai karya seni sedini mungkin. Gak cuma membaca puisi,
tapi anak-anak Indonesia juga perlu dikenalkan bahwa puisi adalah media pembebasan
bagi manusia.
Gak cuma dikenalin nama-nama pelukis, mereka juga perlu tahu kisah dibalik
lukisan tersebut. Bagaimana ide abstrak atau impresionistis bisa dieksekusi
jadi gambar di kanvas. Bagaimana orang-orang di luar sana rela membayar
mahal demi membeli hasil karya tersebut.
Tentu aja manusia bisa bertahan tanpa seni. Kasarnya: untuk tetap hidup
kita cuma butuh makan, mandi, ngantor, tidur. Tahu-tahu sakit
dan meninggal. Pertanyaan sebenarnya: maukah kita hidup
dengan cara se-mekanistis itu?
-Memanfaatkan internet
Pelajaran sederhana tentang bahasa pemrograman dasar, bagaimana memanfaatkan akun media sosial untuk jadi sumber penghasilan tambahan hingga cara membentuk start-up company berbasis internet layak masuk kurikulum pendidikan kita.
-Jadi relawan berkontribusi untuk masyarakat
Kalau ingin Indonesia berubah kita perlu mulai sadar diri untuk memberikan sesuatu pada negara yang kita cintai. Sejak masih duduk di bangku sekolah anak-anak perlu diajarkan bahwa dalam dirinya selalu ada yang bisa diberikan untuk orang lain. Jadi relawan dan turun langsung ke masyarakat nggak harus dilakukan oleh mereka yang sudah ahli.
Semoga saja hal-hal diatas segera diajarkan di sekolah-sekolah di Indonesia. Perubahan menuju pendidikan Indonesia yang lebih baik sudah bukan jadi mimpi lagi, deh.
sumber hipwee
No comments:
Post a Comment