Alkisah, ada seorang raja hendak
berburu. Ia ditemani oleh panglima kerajaan dan punggawa terpercayanya, serta
beberapa prajurit dari istana. Dalam perburuan itu, Raja harus melewati
berbagai daerah dan hutan yang luas.
Dalam peristirahatan sejenak sebelum berburu masuk ke hutan tersebut, Sang Raja sempat mendengar sebuah percakapan dari prajuritnya. Mereka beradu pendapat, mengapa dua orang terpercaya Raja bisa mendapat jabatan yang berbeda. Satunya sebagai panglima, satu lagi menjadi punggawa. Padahal, keduanya punya kedekatan dan jasa yang hampir sama.
Mendengar itu, keesokan harinya,
Sang Raja memanggil semua orang yang mendampingi perburuannya. Ia lantas
memanggil salah satu prajurit. “Tolong lihat keadaan di dalam hutan sebelum
kita memulai berburu. Laksanakan!”
Setelah beberapa saat menunggu, prajurit itu kembali. “Paduka, keadaan hutan cukup aman kita masuki.”
Mendengar jawaban itu, Sang Raja
kali ini menitahkan punggawanya untuk melakukan hal yang sama. Punggawa
membutuhkan waktu lebih lama untuk mengamati. “Paduka, keadaan hutan cukup aman
seperti yang tadi dikatakan prajurit. Cuaca cerah, burung-burung berkicau
nyaring tanda di sana memang tempat yang tepat untuk mendapatkan binatang
buruan. Selain itu, saya juga menemukan satu tempat strategis untuk berburu.”
Sang Raja tersenyum puas mendengar jawaban tersebut. Namun, Panglima yang sedari tadi memperhatikan saja, memohon izin pada Baginda Raja untuk juga diberi kesempatan melihat ke dalam hutan sejenak. Sang Raja pun mengabulkan.
Beberapa lama kemudian, Panglima itu
pun kembali. “Paduka, apa yang disampaikan prajurit dan sahabat punggawa tadi
sangat benar. Namun, karena Baginda lebih suka hewan kijang untuk diburu, saya
sudah menyiapkan tempat yang paling strategis. Ada satu sungai kecil, di mana
kita bisa lebih mudah mendapatan kijang. Untuk menuju ke sana ada tiga cara.
Saya sudah tahu jalur paling nyaman untuk kita semua. Di situ juga banyak
tempat istirahat yang aman, sehingga jika cuaca tiba-tiba berubah, kita akan
lebih mudah mencari perlindungan.”
Mengetahui penuturan panglimanya, Sang Raja berkata kepada semua orang yang bersamanya. “Semalam aku mendengar ada orang berdebat, mengapa satu orang dengan yang lainnya mendapat kedudukan lebih tinggi di bawahku. Hari ini, kalian menyaksikan sendiri jawabannya. Kalian semua adalah orang-orang terbaik. Tapi, baik saja belum cukup. Kecekatan, kepekaan, keahlian, kepedulian, kecermatan, ketelitian, dan ketuntasan terhadap pekerjaan bisa menjadi pembeda. Kalian semua pasti bisa mendapat jabatan lebih tinggi. Namun, hanya yang terbaiklah yang akan mendapat tempat terbaik pula. Panglima mencari informasi paling banyak, paling cermat, paling pas, dan paling sesuai dengan kebiasaan yang aku lakukan, maka ia aku pilih menjadi panglima. Kalian semua mengerti?”
Mendengar penuturan Sang Raja, semua
orang mengangguk-angguk tanda mengerti dan setuju terhadap apa yang menjadi
kebijakan raja. Mereka berjanji pada dirinya masing-masing, agar ke depan bisa
menjadi orang yang jauh lebih baik, dengan mampu menuntaskan semua pekerjaan
sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin.
Orang sukses pasti punya kebiasaan
menuntaskan pekerjaan lebih maksimal dibandingkan orang yang biasa-biasa saja.
Orang yang berpikiran, berjiwa, bertindak, dan berkarakter sebagai orang sukses biasanya akan selalu bertanggung jawab tanpa memandang siapa yang memberi tugas, akan bekerja sepenuh hati tanpa diawasi, akan memaksimalkan pekerjaan tanpa disuruh. Dengan begitu, setiap peran yang dilakoni, setiap bidang yang dijalani, setiap tugas yang dilaksanakan, dapat menjadi karya yang tuntas. Ibarat seorang pelukis, ia akan menggambar karya selayaknya seorang maestro.
Mari, kita tuntaskan pekerjaan—apa
pun bidang yang kita jalani—dengan kesungguhan, ketelitian, kecekatan, keterampilan,
sehingga setiap karya akan membuat kita menjadi pemenang sejati kehidupan.
No comments:
Post a Comment