Berikut adalah tulisan dari Ryan Filbert (Praktisi &
Inspirator Investasi Indonesia) tentang kebebasan finansial dan
pentingnya investasi sejak dini. Tulisan yang menarik ini dibagi dalam
empat bagian, dan ini adalah bagian pertamanya:
Suatu hari di penghujung tahun, saya terlibat sebuah perbincangan dengan rekan-rekan yang bekerja di beberapa perusahaan. Perbincangan akhir tahun tidak terlepas dari bonus akhir tahun.
Salah seorang rekan saya sedang berkeluh kesah bahwa sebenarnya dia selalu pusing menghadapi akhir bulan karena nampaknya pendapatan dari gaji bekerjanya langsung habis terhisap oleh tagihan kredit dan membayar kebutuhan lainnya. Dan rupanya dari sebuah wacana tersebut, beberapa rekan saya yang lainnya juga mengeluhkan hal yang sama.
Suatu hari di penghujung tahun, saya terlibat sebuah perbincangan dengan rekan-rekan yang bekerja di beberapa perusahaan. Perbincangan akhir tahun tidak terlepas dari bonus akhir tahun.
Salah seorang rekan saya sedang berkeluh kesah bahwa sebenarnya dia selalu pusing menghadapi akhir bulan karena nampaknya pendapatan dari gaji bekerjanya langsung habis terhisap oleh tagihan kredit dan membayar kebutuhan lainnya. Dan rupanya dari sebuah wacana tersebut, beberapa rekan saya yang lainnya juga mengeluhkan hal yang sama.
Mungkin hal ini umum terjadi pada kebanyakan orang di dunia. Dan tanpa disadari sebenarnya hal tersebut adalah bagian dari bom waktu yang dapat meledak kapan saja. Apakah Anda sependapat?
Baiklah mungkin Anda belum menyadari di mana letak bom waktunya. Mari saya coba jabarkan dan memberikan ilustrasi.
Seberapa jauh seseorang dapat terus bekerja? Mungkin ada yang berkata hingga 55 tahun, ataupun ada yang sudah merevisinya menjadi 65 tahun bahkan 70 tahun. Bila kita jeli, berapa harga sebuah rumah di kota besar? Katakanlah Jakarta, sebuah rumah sederhana yang merupakan salah satu hal pokok untuk bisa menjadi mandiri setelah berkeluarga perlu dibeli dengan harga yang sangat mahal setidaknya ratusan juta rupiah.
Menjadi sebuah pertanyaan, apakah uang dari penghasilan kita mampu membelinya? Apabila Anda menginginkan memiliki rumah dengan harga 300 juta rupiah setidaknya cicilan untuk 10 tahun melalui Kredit Pemilikan Rumah mencapai 3-4 juta per bulan.
Pada umumnya Anda membutuhkan 50% atau separuh dari penghasilan Anda untuk bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Bila saja Anda memiliki pendapatan 10 juta rupiah, artinya hanya tersisa 1-2 juta rupiah dalam sebulan (10 juta dikurangi 5 juta rupiah untuk kebutuhan sehari-hari dan dikurangi 4 juta rupiah untuk cicilan KPR). Dari sini akan muncul setidaknya 2 masalah, apakah Anda pernah memperhitungkan bahwa suatu hari Anda harus berhenti bekerja dan Anda juga menginginkan hal–hal lain dalam kehidupan Anda selain kebutuhan pokok dan rumah tinggal. Bagaimana dengan biaya menikah? Biaya pendidikan anak? Biaya liburan?
Dan apakah Anda mengetahui meskipun Anda mampu mencicil Kredit Pemilikan Rumah, Anda juga perlu mempersiapkan down payment alias uang muka sebesar 20-30% dari harga rumah yang ingin dibeli?
Apakah Anda telah melihat bom waktu pada setiap paragraf yang saya sampaikan?
Apabila semua sudah Anda gunakan untuk kebutuhan hari ini, apakah Anda tahu bahwa di masa Anda pensiun atau tidak lagi bekerja, siapa yang akan membiayai kehidupan Anda? Jawabannya adalah dana yang telah dikumpulkan selama Anda produktif dan masih bekerja dulu.
Namun bila Anda mengikuti dari awal apa yang saya tuliskan, apakah Anda dapat melihat berapa pendapatan Anda yang tersisa untuk melanjutkan hidup Anda ketika pensiun nantinya? Ya bisa saja tidak bersisa…
sumber andriewongso
No comments:
Post a Comment