Tuesday, 14 April 2015

Penjelasan Ilmiah Tentang De Javu

Sebagian di antara kita pernah mengalami berada di tempat baru, merasa yakin pernah ada di situ sebelumnya.  Perasaan misterius ini dikenal sebagai deja vu. Terjadi di saat seseorang merasakan situasi baru yang akrab, meskipun ada bukti peristiwa itu tidak terjadi sebelumnya.  

Untuk waktu lama, sensasi menakutkan ini dikaitkan dengan gangguan paranormal sampai gangguan saraf. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, banyak ilmuwan mempelajari fenomena ini. Sejumlah teori deja vu muncul, membuktikan jika ini bukan kesalahan dalam sistem memori otak manusia semata.


Laporan dari psikolog Universitas Negeri Colorado Anne M. Cleary menjelaskan penemuan tentang deja vu dalam jurnal Current Directions in Psychological Science. Termasuk penjelasan tentang banyaknya kesamaan antara deja vu dan pemahaman kita tentang memori pengenalan pada manusia

Memori pengenalan, ini adalah jenis memori yang memungkinkan seseorang menyadari bahwa apa yang sedang dialami seseorang pernah dia alami sebelumnya. Contohnya, saat kita mengenali teman di jalan atau mendengar lagu yang akrab di radio.

Dilansir dari laman Psychologicalscience, otak berfluktuasi di antara dua jenis memori pengenalan, yaitu ingatan dan keakraban. Pengenalan berbasis ingatan terjadi saat seseorang bisa menentukan sebuah contoh ketika situasi saat ini telah terjadi sebelumnya.

Misalnya, saat melihat seorang lelaki yang akrab di toko dan menyadari bahwa kita pernah melihat dia sebelumnya di dalam bus. Di sisi lain, pengenalan berbasis keakraban terjadi ketika situasi saat ini terasa akrab. Namun, kita tidak ingat kapan itu terjadi sebelumnya.

Contohnya, kita melihat orang asing yang dirasa akrab di sebuah toko, tetapi kita tidak bisa mengingat di mana kita tahu tentang dia. Deja vu diyakini sebagai contoh pengenalan yang berbasis perasaan akrab. Seseorang merasa yakin dia mengenal situasi tersebut, tetapi tidak yakin mengapa.

Uji coba lewat foto selebriti

Clearly melakukan percobaan pengujian yang berbasis pengenalan akrab tersebut. Dalam penelitian tersebut, peserta diberikan daftar nama-selebriti. Setelah itu, mereka ditunjukkan koleksi foto selebriti, beberapa foto berhubungan dengan nama di dalam daftar, sementara foto lain tidak berhubungan.

Para relawan diminta mengidentifikasi selebriti dalam foto-foto tersebut, dan menunjukkan seberapa besar kemungkinan nama-nama selebriti berada di daftar yang mereka lihat sebelumnya. Hasil temuan ini mengejutkan para ilmuwan.

Bahkan saat para responden tidak bisa mengidentifikasi selebriti lewat foto, mereka memiliki perasaan  atas nama yang mereka pelajari sebelumnya dan nama yang tidak. Artinya, mereka tidak bisa mengidentifikasi sumber keakraban mereka dengan selebriti, tapi tahu selebriti itu tidak asing bagi mereka.

Cleary lalu mengulangi percobaan menggantinya dengan tempat-tempat terkenal seperti Stonehenge dan Taj Majal untuk selebritis dan mendapat hasil yang serupa. Temuan ini menunjukkan, peserta menyimpan sedikit memori, tetapi itu kabur, sehingga mereka tidak bisa menghubungkannya ke pengalaman baru.

Cleary juga melakukan percobaan untuk mencari apa fitur atau situasi yang bisa memicu perasaan keakraban tersebut. Dia meminta peserta mempelajari daftar kata secara acak, meskipun hanya dalam suara. Misalnya, kata 'lady' terdengar seperti kata 'eighty'.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa orang merasa akrab saat ditampilkan fragmen visual yang mengandung bentuk geometris dari pengalaman sebelumnya. Ini artinya, bentuk-bentuk geometris yang akrab dapat menciptakan perasaan bahwa seluruh adegan baru tersebut pernah dia lihat sebelumnya.

Temuan ini mendukung gagasan bahwa peristiwa dan episode yang dialami seseorang disimpan dalam memori sebagai elemen individu atau fragmen dalam peristwa tersebut. Clearly menyimpulkan, “Teori pengenalan berbasis rasa akrab dan metode leboratorium sangat berguna sebagai dasar proses deja vu. 
sumber cnnindonesia

No comments:

Post a Comment